Kisah Warga Bangun Jembatan Apung Lintasi Sungai Progo, ke Jogja Kian Cepat

- Tiga pengusaha membangun jembatan apung di Sungai Progo untuk mempersingkat waktu tempuh warga Kulon Progo ke Yogyakarta hingga 30 menit.
- Jembatan sepanjang 70 meter ini dibangun dalam dua bulan dengan biaya Rp150 juta, menggunakan drum, besi, dan kayu, serta dikenakan tarif Rp2 ribu untuk motor dan Rp10 ribu untuk mobil.
- Pembangunan sudah mendapat izin warga dan lurah setempat, namun pengelola siap jika pemerintah ingin mengganti dengan jembatan permanen.
Bantul, IDN Times - Berawal dari jauhnya akses menuju Kota Yogyakarta yang harus memutar cukup jauh dan memakan banyak waktu, dua pengusaha tahu bersama satu pengusaha lain berinisiatif membangun jembatan apung di atas Sungai Progo untuk memintas Kulon Progo dan Bantul.
Jembatan ini menghubungkan Padukuhan Temben, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo, dengan Padukuhan Manukan, Kalurahan sendangsari, Kapanewon Pajangan, Bantul. Papan-papan kayu ditopang dengan drum dan besi di bagian bawah agar tetap mengapung, meski jembatan ini rawan jebol saat diterjang derasnya arus Sungai Progo ketika hujan.
1. Alasan di balik pembangunan jembatan apung di Sungai Progo

Salah satu inisiator pembangunan jembatan apung Sungai Progo, Sudiman (34), mengatakan jembatan itu dibangun untuk mempersingkat jarak antara Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Selama ini warga harus memutar lewat Jembatan Bantar di Jalan Jogja–Wates sehingga memakan waktu lebih lama.
“Kalau lewat jembatan apung ini menyingkat waktu sekitar 30 menit, apalagi jika ingin ke Bantul jauh lebih cepat. Begitu melewati jembatan apung dari sisi barat (Kulon Progo) maka tiba di Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul. Akses masuk jembatan apung dari Bantul melalui jalan yang ada di selatan Kantor Kapanewon Pajangan,” katanya kepada wartawan, Selasa (19/8/2025).
2. Butuh dua bulan untuk membangun jembatan apung dengan biaya Rp150 juta

Sudiman menjelaskan, jembatan apung dengan panjang sekitar 70 meter dan lebar 2,5 meter itu menghabiskan biaya pembangunan sekitar Rp150 juta dan baru beroperasi tiga hari terakhir.
“Waktu pembuatan jembatan apung ini sekitar dua bulan dari awal hingga selesai,” ucap pengusaha tahu asal Temben, Lendah, Kulon Progo, itu.
Ia memastikan jembatan tersebut aman dilintasi kendaraan roda dua maupun roda empat. Struktur jembatan menggunakan drum sebagai pengapung, di atasnya dipasang besi, lalu dilapisi kayu sebagai jalur lintasan.
“Lalu dipasang sling baja sebagai penahan di masing-masing ujung jembatan. Karena itu jembatan ini mampu dilewati kendaraan bermotor dengan berat lebih dari satu ton,” katanya.
Untuk melewati jembatan apung itu, pengelola menarik tarif Rp2 ribu untuk sepeda motor dan Rp10 ribu untuk mobil. Uang yang terkumpul digunakan untuk biaya perawatan.
“Sebenarnya kami tidak memasang tarif untuk sekali melintas, namun karena jembatan apung butuh biaya perawatan akhirnya diberikan tarif dan cukup terjangkau,” tuturnya.
3. Sudah izin pemerintah dan warga setempat untuk membangun jembatan apung

Terkait izin pembangunan jembatan apung, Sudiman mengaku sudah berkoordinasi dengan warga dan meminta izin kepada lurah setempat.
“Iya (sudah izin), warga setempat yang mau dilewati izin dulu dan izin Pak Lurah. Pak Lurah malah bangga, senang, karena kalau mau pergi ke Jogja jadi lebih cepat,” ujarnya.
Sudiman menegaskan tidak mempermasalahkan jika pemerintah keberatan dengan keberadaan jembatan tersebut. Menurutnya, selama ini memang tidak ada jembatan di lokasi itu yang bisa dilewati mobil.
“Kulon Progo–Bantul efisien lewat sini, karena sebelumnya tidak ada jembatan di sini apalagi yang bisa dilewati mobil. Kalau misalnya pemerintah mau membuatkan yang lebih layak, jembatan ini tidak ada tidak masalah,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sudiman mengaku pasrah jika jembatan apung rusak akibat derasnya arus Sungai Progo, terutama saat terjadi banjir kiriman dari wilayah hulu.
“Ya sudah risiko ketika hujan kemudian sungai banjir dan merusak jembatan. Pasrah saja,” tutupnya.