Silat Lidah Eks Kadispertaru DIY Bantah Terima Gratifikasi TKD

Yogyakarta, IDN Times - Mantan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta (Dispertaru DIY), Krido Suprayitno, menyangkal menerima pemberian barang atau gratifikasi terkait kasus penyalahgunaan tanah kas desa (TKD).
Bantahan Krido terungkap saat dirinya mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta sebagai saksi untuk kasus penyalahgunaan TKD Caturtunggal, Depok, Sleman, yang menjerat Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino, Senin (21/8/2023) sore.
1. Semula enggan jawab, bikin JPU gemas

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar Krido soal apakah dirinya pernah menerima janji atau barang dari Robinson selama menjabat sebagai kepala Dispertaru DIY.
JPU menanyakan Krido pernah tidaknya Krido menerima janji atau hadiah dari Robinson selaku Dirut PT Deztama dalam rentang waktu 2020-2022.
Semula, Krido enggan menjawab dan memilih untuk memberikan keterangan kala dirinya diperiksa nanti sebagai terdakwa di persidangan. Untuk diketahui, Krido sendiri saat ini telah berstatus tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp4,7 miliar terkait kasus yang menjerat Robinson.
Sikap Krido yang enggan menjawab sempat membuat para JPU terlihat gemas. Namun, Ketua Majelis Hakim Djauhar Setyadi memintanya untuk menjawab pertanyaan JPU karena masih ada relevansi dengan pemeriksaannya sebagai saksi untuk perkara Robinson. Krido pun akhirnya memberikan keterangannya.
"Selama menjabat kami tidak pernah menerima apa pun, janji maupun pemberian, Yang Mulia," kata Krido.
2. Terus dicecar, akhirnya ngaku terima tapi bantah terkait TKD

Krido menjelaskan dirinya tak pernah menerima pemberian dari Krido menyangkut kasus TKD.
"Hal yang berbeda, kami akan menjelaskan pada saat..," kata Krido yang langsung dipotong Djauhar. Ketua Majelis Hakim menegaskan memintanya untuk tetap menjawab.
"Dalam konteks ini, tidak pernah menerima (pemberian)," kata Krido. Djauhar kembali menimpali bahwa majelis hakim tak menanyakan konteks penerimaan dan Krido pun akhirnya mengaku.
"(Pernah) 2021," jawab Krido.
3. Pembayaran tak lazim, diberi uang lewat cara kuras saldo

Krido lalu mengakui menerima pemberian dari Robinson berupa kartu ATM dengan saldo senilai Rp294 juta yang telah dihabiskan untuk keperluan pribadi, yakni pembelian material.
Kartu ATM yang diterima pada 2021 tersebut, diakui Krido, bukan diatasnamakan dirinya maupun atas nama Robinson. Namun, ia juga tidak tahu kepemilikan kartu ATM tersebut atas nama siapa.
"Hanya dikasih tahu PIN," kata dia.
Krido mengakui pemberian kartu ATM itu menyangkut urusan pribadi antara dirinya dengan Robinson terkait jual beli tanah.
Dikatakan Krido, Robinson sekitar tahun 2000-an membeli tanah miliknya yang ada di Desa Kalitirto, Kecamatan Brebah, Sleman, seluas 294 meter persegi. Sementara kartu ATM, kata dia, diberikan Robinson untuk mengangsur pembayaran tanah tersebut.
Djauhar kendati menilai janggal metode pembayaran tersebut. Dia menganggap pelunasan jual beli tanah lewat cara pemberian kartu ATM dengan seisi saldonya sungguh tidak lazim. Terlebih, kata dia, Krido juga tidak mengetahui atas nama siapa kartu ATM tersebut.
"Pembayaran transfer kan selesai, kenapa harus dikasih ATM. Kan enggak lazim, apalagi atas namanya enggak tahu," kata Djauhar penasaran.
Krido terdiam, sementara para JPU juga tampak geleng-geleng kepala dan terheran-heran.
"Saudara disumpah nanti tetap diuji kebenarannya karena dihubungkan dengan alat bukti lainnya," lanjut Djauhar.
4. Akui terima Rp150 juta, ketemu 6 kali

Selain menerima kartu ATM, Krido juga mengaku menerima uang tunai Rp150 juta dari Robinson sebagai kelanjutan pembayaran tanah tersebut.
"Nerima ssuatu yang lain?" tanya JPU.
"Tidak (hanya kartu ATM dan tunai)," jawab Krido.
Namun demikian, dikarenakan sampai sekarang belum lunas, kata Krido, maka status tanah tersebut masih dalam bentuk pengikatan jual beli (PJB).
Krido sendiri sementara itu mengakui pernah bertemu Robinson secara informal sebanyak enam kali dalam kaitan pemanfaatan tanah kas desa di Desa Caturtunggal. Pertemuan di luar kantor itu berlangsung selama Oktober 2022 sampai Desember 2022.
Krido mengklaim pertemuan tersebut guna menindaklanjuti teguran dan somasi yang dilayangkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Robinson selaku pengembang agar segera memenuhi perizinan serta prosedur terkait pemanfaatan TKD.
Hakim sempat pula menanyakan alasan pertemuan itu digelar di luar kantor. Krido menjawab hal ini lantaran penyelesaian urusan TKD Caturtunggal sudah masuk prioritas pemda.
"Karena ini prioritas," jawab Krido.