Komika Raditya Dika Ingatkan Mahasiswa UGM Bijak Kelola Uang: Awas Fomo

- Prinsip 4-3-2-1: alokasi pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari, cicilan hutang produktif, tabungan, investasi, asuransi, dan dana sosial
- Mengelola keuangan dengan bijak: gemi dalam bahasa Jawa sebagai cara mencegah FOMO, pentingnya kebijaksanaan dalam mengelola finansial
Sleman, IDN Times – Komika Raditya Dika membagi tips pengelolaan keuangan bagi generasi muda di tengah fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan bisa membahayakan keuangan.
Sutradara Malam Minggu Miko ini, mengingatkan hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami oppurtunity cost. "Setiap pilihan yang diambil ada yang kita lepas. Ketika kita ingin sesuatu bawa tidur saja, kalau mau beli barang. Biasanya saya begitu, ternyata besok sudah gak ingin. Biar yakin gak cuma FOMO,” ujar Radit, saat mengisi acara Smart Financial Day yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (GSP UGM), Rabu (13/8/2025).
1. Membedakan kebutuhan dan keinginan

Hal lain yang ditekankan, harus melihat nilai barang yang dibeli, dengan usaha yang dikeluarkan. Selain itu penting untuk membedakan kebutuhan dan keinginan serta mencatat pengeluaran setiap hari. Pencatatan tersebut diakui Radit masih dilakukan di keluarganya.
Ia juga menyinggung terkait investasi dan dana darurat serta asuransi. “Investasi juga di skill, bukan hanya di uang. Investasi itu bukan untuk jadi kaya, tapi untuk mencapai tujuan keuangan,” ucap Radit.
2. Prinsip 4-3-2-1

Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen mengungkapkan pengetahuan pengelolaan keuangan penting diketahui khususnya mahasiswa. Salah satunya dengan menerapkan prinsip 4-3-2-1. Yaitu 40 persen dari pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan, transportasi dan biaya rutin lainnya. Kemudian 30 persen maksimum untuk cicilan hutang produktif, termasuk KPR, atau cicilan lainnya.
“20 persen kategori tabungan, investasi, maupun asuransi. Di sini banyak masyarakat belum secara rutin memiliki tabungan, dana darurat wajib dimiliki semua orang, utamanya yang punya tanggungan,” ungkap Karin.
Karin juga mengatakan penting untuk menyiapkan 10 persen dari pendapatan untuk dana sosial. Bagaimanapun orang hidup bermasyarakat. “Kalau gak dibujet, nanti bisa ambil dari dana darurat, lebih parah lagi bisa diambil dari kebutuhan jangka panjang,” ucap Karin.
3. Mengelola keuangan dengan bijak

Sekretaris Direktorat Kemitraan dan Relasi Global UGM, Prof. Wiranti mengingat pesan kakek neneknya untuk gemi, menurutnya ini sejalan untuk mencegah tindakan FOMO. “Gemi dalam bahasa Jawa itu bukan sekadar hemat, tapi mengelola keuangan secara bijak. Spending itu oke, tapi dengan kebijaksanaan,” ucapnya.
Prof. Wiranti mengatakan saat ini godaan FOMO juga semakin kompleks. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan yang baik menjadi satu hal yang penting. “Memang perlu kebijaksanaan dalam mengelola finansial,” ujarnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta (OJK DIY), Eko Yunianto mengatakan fenomena anak muda saat ini impulsif, tanpa berpikir dan merencanakan keuangan. “Memilih produk keuangan juga hanya atas dengan tren, tidak sesuai kebutuhan,” ungkapnya.
Eko berpesan agar lebih memahami produk jasa keuangan, risiko dan manfaatnya, serta kebutuhan. “Prinsip 2L jangan dilupakan, yaitu legal dan logis. Apakah sudah berizin, dan logis imbal hasil produk yang ditawarkan, apa masuk akal,” ucap Eko.