Pergub DIY Dinilai Militeristik, Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAM

Yang bisa membatasi aturan setingkat UU, bukan pergub

Yogyakarta, IDN Times - Perjuangan masyarakat sipil untuk merebut kembali hak kebebasan berpendapat di Yogyakarta terus berlanjut. Melalui Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) yang terdiri dari 78 lembaga, komunitas, maupun individu, mereka melaporkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.

Pergub itu melarang masyarakat menggelar aksi unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat dan ekspresinya di kawasan Malioboro. Surat aduan dilayangkan melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta pada 16 Februari 2021.

“Pergub itu berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,” kata juru bicara ARDY, Yogi Zul Fadly melalui siaran pers yang diterima IDN Times pada 16 Februari 2021.

Baca Juga: Sultan Larang Demo di Malioboro, TNI Dilibatkan Hadapi Masyarakat

1. Pariwisata diduga hanya jadi kedok alasan pembatasan pendapat di muka umum

Pergub DIY Dinilai Militeristik, Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAMUnsplash.com/Agto Nugroho

Aturan yang jadi acuan Sultan meneken pergub tersebut adalah keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Objek Vital Nasional di Sektor Pariwisata.

Kemudian Sultan menjabarkannya dalam Pasal 5 pergub, bahwa penyampaian pendapat di muka umum berlangsung di ruang terbuka, kecuali di Istana Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Unjuk rasa hanya bisa dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar objek-objek tersebut.

Sementara di kawsan Malioboro terdapat lembaga negara, seperti Gedung DPRD DIY dan Kantor Pemerintahan DIY yang selama ini menjadi tempat masyarakat sipil menyampaikan pendapat. Menurut Yogi, pergub itu bertentangan dengan norma-norma HAM yang menjamin kebebasan setiap individu untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, baik secara lisan maupun tulisan.

“Kami menduga, pariwisata hanya jadi kedok. Yang pasti, pergub itu bisa menghambat setiap orang menyampaikan pendapatnya di ruang publik,” kata Yogi.

2. Waktu dan suara untuk menyampaikan pendapat dibatasi

Pergub DIY Dinilai Militeristik, Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAMIlustrasi Keterbatasan Berpendapat/Orasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Ada pembatasan waktu untuk penyampaian pendapat di ruang terbuka, yaitu pukul 06.00–18.00. Selain itu, pergub juga mengatur pembatasan penggunaan pengeras suara untuk penyampaian pendapat. Pada Pasal 6 disebutkan, mewajibkan setiap orang menjaga ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

“Pergub itu mengharuskan setiap orang mematuhi batas maksimal baku tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara, yaitu 60 desibel,” kata Yogi.  

3. Pergub dinilai serampangan menghidupkan kembali militerisme

Pergub DIY Dinilai Militeristik, Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAMKoalisi masyarakat sipil Yogyakarta melaporkan Gubernur DIY ke Komnas HAM via surat, 16 Februari 2021. Dokumentasi ARDY

Pasal 10 pergub yang melibatkan TNI dalam koordinasi sejak sebelum, saat, maupun usai penyampaian pendapat di muka umum yang notabene adalah urusan sipil, menurut ARDY merupakan upaya mendorong tentara keluar barak. Terlebih TNI juga diberi kewenangan memantau pelaksanaan penyampaian pendapat yang diatur Pasal 11 serta mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan sebagaimana dalam Pasal 12.

Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 30 ayat 3 yang menyebutkan TNI merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Juga UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum tidak mengatur kewenangan TNI untuk mengawasi dan terlibat dalam aktivitas penyampaian pendapat di muka umum.

“Dwifungsi ABRI sudah dihapus. Prajurit tak lagi terlibat urusan sosial politik. Celakanya, pergub ini malah serampangan menghidupkan kembali militerisme dengan memperluas kewenangan TNI,” kata Yogi.

4. Pembatasan pendapat di muka umum hanya bisa dilakukan dengan UU dan kondisi darurat

Pergub DIY Dinilai Militeristik, Sultan HB X Dilaporkan ke Komnas HAMKoalisi masyarakat sipil Yogyakarta melaporkan Gubernur DIY ke Komnas HAM via surat, 16 Februari 2021. Dokumentasi ARDY

Pergub itu juga dinilai ARDY bertentangan dengan sejumlah produk perundang-undangan. Meliputi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM karena bertentangan dengan norma-norma HAM, Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 12 Tahun 2005, dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sementara kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin UUD 1945 dan Deklarasi Universal HAM. Dan ada konsekuensi yang harus ditaati dengan rativikasi Konvenan HAM.

“Tidak bisa sembarangan membuat aturan yang membatasi kebebasan berpendapat. Pembatasan hanya bisa dilakukan dengan undang-undang, bukan aturan setingkat pergub,” tegas Yogi.

Bahkan pembatasan itu pun harus ada alasan yang krusial. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU 12/2005 yang menyatakan negara hanya dapat mengambil langkah pengurangan kewajiban-kewajibannya jika dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, dan diumumkan secara resmi.

“Kami minta Komnas HAM menindaklanjuti laporan kami sesuai tugas dan kewenangannya,” kata Yogi.

Baca Juga: Pergub Tak Dicabut, Masyarakat Sipil Laporkan Sultan ke Ombudsman

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya