Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kelompok Rentan Mudah Terjerat Judi Online, Ini Saran Sosiolog UGM

ilustrasi judi online (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi judi online (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Intinya sih...
  • Sosiolog UGM, Dr. Andreas Budi Widyanta, menilai judi online menjerat kelompok rentan dan menyebabkan banyak keluarga kehilangan harta akibat sistem digital yang eksploitatif.
  • Ia menyoroti rendahnya kompetensi digital masyarakat serta lemahnya peran Komdigi dalam memberikan perlindungan dan pendidikan digital yang kritis.
  • Abe mendorong pelibatan generasi muda dan agensi kreatif dalam kampanye penyadaran bahaya judi online.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Persoalan judi online memicu keresahan masyarakat karena menyasar kelompok rentan. Berdasarkan data Kejaksaan Agung per 12 September 2025, para pelaku judi online di Indonesia berasal dari berbagai kalangan. Dalam laporan tersebut disebutkan, pelaku judi online mencakup anak-anak sekolah dasar (SD), petani, hingga tunawisma.

Sosiolog UGM, Dr. Andreas Budi Widyanta, menilai data tersebut hanya menggambarkan sebagian kecil dari persoalan besar yang dihadapi masyarakat di era digital. Ia menjelaskan, kelompok rentan seperti buruh, petani, anak-anak, dan keluarga miskin semakin terjerat oleh sistem digital yang bersifat eksploitatif.

“Data yang kita lihat itu hanya puncak gunung es. Di baliknya ada banyak keluarga kehilangan rumah, tanah, dan harta demi menebus anak atau anggota keluarganya yang terjerat judi online,” ujarnya, Rabu (29/10/2025) dilansir laman resmi UGM.

1. Manipulasi digital yang merugikan keluarga

ilustrasi judi online (pexels.com/Wpadington)
ilustrasi judi online (pexels.com/Wpadington)

Dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM yang akrab disapa Bung Abe ini mengatakan bahwa sistem judi online menggunakan algoritma gamifikasi yang sengaja dirancang untuk menimbulkan sensasi kemenangan sesaat. Pola ini menciptakan euforia semu yang membuat pemain terus bermain tanpa sadar berada di bawah kendali sistem digital.

“Kita tidur dengan musuh yang setiap waktu kita diawasi, dikontrol, dan terus-menerus distimulasi oleh berbagai keinginan untuk konsumsi,” jelasnya.

Ia menambahkan, dampak judi online tak hanya dirasakan pemain, tetapi juga anggota keluarga, terutama ibu rumah tangga. Banyak di antara mereka menjadi korban sekunder yang menanggung beban finansial akibat anggota keluarga terjerat judi online.

“Mereka yang akhirnya harus menanggung utang dan kehilangan tabungan keluarga demi menutup kerugian yang ditimbulkan anak atau suaminya. Mereka tidak bermain, tapi ikut menanggung akibat dari eksploitasi digital ini,” ucap dia.

2. Literasi digital tidak cukup, perlu kompetensi digital

ilustrasi memakai smartphone (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi memakai smartphone (pexels.com/Ivan Samkov)

Abe menilai rendahnya kompetensi digital membuat masyarakat mudah terjebak dalam praktik judi online. Situasi ini diperburuk oleh tekanan ekonomi dan kemiskinan struktural yang mendorong masyarakat mencari keuntungan instan. Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk eksploitasi digital yang memanfaatkan kerentanan ekonomi.

Menurutnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) belum menunjukkan kapasitas memadai dalam meningkatkan kesadaran dan kemampuan digital masyarakat. Program literasi digital yang ada dinilai belum menyentuh akar masalah. “Tidak cukup hanya literasi digital, kita butuh kompetensi digital yang disertai pemikiran sosial kritis. Selama Komdigi tidak serius memberikan proteksi dan penegakan hukum, masyarakat akan terus menjadi korban eksploitasi digital. Negara tidak boleh berdiam diri,” tegasnya.

3. Libatkan generasi muda

Ilustrasi. Unisa Yogyakarta serukan penolakan terhadap Judol, di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Rabu (2/7/2025). (Dok. Istimewa)
Ilustrasi. Unisa Yogyakarta serukan penolakan terhadap Judol, di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Rabu (2/7/2025). (Dok. Istimewa)

Abe menekankan pentingnya peran aktif negara dalam penegakan hukum, penghentian praktik korporasi digital yang merugikan, serta pembangunan kesadaran kritis di ruang digital. Ia menilai, penanganan masalah ini perlu melibatkan kolaborasi lintas sektor, terutama generasi muda dan agensi kreatif, untuk mengampanyekan bahaya judi online.

“Indonesia punya banyak agensi dan generasi muda yang pintar. Mereka seharusnya dilibatkan untuk memberikan pendidikan digital dan kampanye penyadaran yang persisten,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Cari Peluang Kuliah di Eropa, Jangan Lewatkan EHEF 2025 di GIK UGM

31 Okt 2025, 16:40 WIBNews