Kala Kedaulatan Pangan dan Seni Botani Bersua di Ruang Pameran

- Pameran Ragam Flora Indonesia 5: Khazanah Alam Nusantara menghadirkan 65 karya seni botani dari 43 seniman yang menampilkan 71 spesies tumbuhan berguna asli dan endemik Indonesia.
- Karya-karya yang ditampilkan tak hanya menyajikan morfologi tumbuhan secara ilmiah, namun juga membuka ruang tafsir atas makna dan kedekatan budaya, serta memperkenalkan pangan lokal yang dilupakan.
- Pengunjung dapat menikmati kompilasi digital lebih dari 1.200 karya seni botani dari 30 negara, yang menggambarkan tumbuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, hingga sumber energi dari berbagai penjuru dunia.
Yogyakarta, IDN Times - Seberapa kenalkah lidah kita dengan tempe alkatak, jali-jali, kluwih, suweg, atau gadung? Atau bahkan namanya pun terasa asing di telinga? Di tengah ancaman degradasi lingkungan dan hilangnya kearifan lokal, Pameran Ragam Flora Indonesia 5: Khazanah Alam Nusantara hadir sebagai ajakan untuk kembali mengenal dan menghargai kekayaan tumbuhan asli Nusantara melalui kekuatan seni dan ilustrasi botani. Pameran ini akan berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta pada 12-19 Juli 2025.
Pameran ini merupakan hasil kerja sama antara Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) dengan Kebun Raya Bogor – BRIN dan Bentara Budaya, serta didukung oleh berbagai mitra. Kolaborasi ini bertujuan menghubungkan dunia seni, sains, dan masyarakat umum dalam upaya bersama menjaga kekayaan hayati Indonesia, khususnya flora, melalui pendekatan yang menyentuh hati.
Pameran ini merupakan bagian dari inisiatif global Botanical Art Worldwide 2025, yang melibatkan lebih dari 30 negara dari enam benua. Sepanjang tahun 2025, negara-negara peserta secara serentak menyelenggarakan pameran seni botani yang berpuncak pada Worldwide Day of Botanical Art, tanggal 18 Mei 2025. Dengan mengusung tema besar crop diversity, inisiatif ini menyoroti keanekaragaman tumbuhan berguna—pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan sumber energi, yang kini kian terpinggirkan di tengah dominasi pertanian massal, monokultur, dan praktik ekstraktif yang mengeksploitasi alam.
1. Angkat tajuk khazanah alam nusantara

Di Indonesia, pameran Khazanah Alam Nusantara diprakarsai oleh Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA). Sebanyak 65 karya seni botani dari 43 seniman berbagai daerah menampilkan 71 spesies tumbuhan berguna yang asli dan endemik Indonesia. Pameran perdana digelar di Griya Anggrek, Kebun Raya Bogor, pada 17 Mei–1 Juni 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun ke-208 Kebun Raya Bogor. Selanjutnya, pameran akan dilanjutkan di Bentara Budaya Yogyakarta pada 12–19 Juli 2025.
“Indonesia, sebagai megabiodiversity country, sampai saat ini teridentifikasi memiliki lebih dari 31.000 spesies flora terestrial. Tumbuhan tidak hanya menopang kehidupan tetapi juga menyimpan nilai historis dan budaya bagi bangsa Indonesia,” ujar Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN, Andes Hamuraby Rozak, Senin (16/6/2025).
Pemilihan tajuk Khazanah Alam Nusantara menggambarkan upaya mengangkat kembali makna dunia tumbuhan sebagai warisan yang dijaga lintas generasi. Kurator pameran, Kurniawan Adi Saputro, menjelaskan, Khazanah alam menggarisbawahi makna dunia tumbuh-tumbuhan sebagai tempat penyimpanan hal-hal yang berharga, yang dirawat, dihormati, dan dijaga hingga hari esok.
“Dari ujung daun hingga akar, manusia telah menemukan cara memanfaatkan tumbuhan. Namun, tetumbuhanlah penghasil yang sesungguhnya. Kita sekadar beruntung atau usil menemukan manfaatnya. Dengan begitu, kita selalu sudah dan tidak pernah tidak terhubung dengan tumbuhan. Sebab tak ada manusia tanpa tumbuhan,” ujar Kurniawan.
2. Membuka ruang tafsir atas makna dan kedekatan budaya

Dengan narasi personal dari para seniman, karya-karya yang ditampilkan tak hanya menyajikan morfologi tumbuhan secara ilmiah dan akurat, namun juga membuka ruang tafsir atas makna dan kedekatan budaya. Misalnya, karya “Berharga karena Luka” oleh Wayan Nadendra menggambarkan Kleinhovia hospita L., atau kayu timoho, yang bernilai tinggi karena keunikan motif alami pada seratnya luka-luka yang terbentuk akibat penyakit atau air yang menyusup, dan digunakan dalam pembuatan warangka keris yang berharga.
Beberapa karya menyingkap hubungan erat antara tetumbuhan dan sejarah bangsa. Pala, Myristica fragrans, dalam karya Kurniati Rahmadini serta lukisan “Cerita Cengkeh”, Syzygium aromaticum, karya Eunike Nugroho menunjukkan bagaimana tumbuhan rempah endemik di Kepulauan Maluku ini pernah menjadi pemantik kolonialisme di Nusantara. Namun tak hanya itu, karya ini juga menghidupkan kembali aroma dan kenangan masa kecil, menandakan betapa tumbuhan selalu hadir dalam hidup kita, baik dalam skala pribadi maupun sejarah bersama.Eksperimen medium pun hadir dalam bentuk karya yang terinspirasi dari lukisan prasi khas Bali, berupa teknik grafir menggunakan arang kemiri di atas daun lontar. Karya Rio Ananta Prima berjudul “Spiritual Fragrance” ini menampilkan Styrax benzoin, atau kemenyan—komoditas yang sejak masa Sriwijaya hingga Majapahit telah mengisi perdagangan Jalur Sutra, dan kini digunakan dalam upacara adat, industri kosmetik, pengobatan, hingga aromaterapi.
Pangan-pangan lokal yang dilupakan pun kembali diperkenalkan melalui karya seperti Coix lacryma-jobi var. Ma-yuen berjudul “Hanjeli, Keragaman Pangan Alternatif Non-Beras” oleh Karyono Apic; Amorphophallus paeoniifolius, atau suweg, oleh Prima Milawati. Contoh bagaimana seni botani menyajikan informasi ilmiah secara presisi, namun tetap tampil menggugah secara visual. “Seni dan sains. Paduan dua kutub yang berlainan arah, tetapi dapat nyaman tampil elok dalam karya seni botani,” ujar Jenny A. Kartawinata, seniman botani dan salah satu pendiri IDSBA yang juga menjadi juri dalam proses seleksi.
3. Kompilasi digital lebih dari 1.200 karya seni botani dari 30 lebih negara

Selain menampilkan karya asli dari para seniman Indonesia, pengunjung juga dapat menikmati kompilasi digital lebih dari 1.200 karya seni botani dari 30 lebih negara, yang menggambarkan tumbuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, hingga sumber energi dari berbagai penjuru dunia.
“Dalam pameran ini, pengunjung mendapatkan dua pengalaman utama. Pertama, sajian visual yang estetis dari karya seni botani. Kedua, ajakan untuk mengenali keragaman flora Nusantara yang diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan kekayaan hayati Indonesia,” ujar General Manager Bentara Budaya sekaligus Communication Management Kompas Gramedia, Ilham Khoiri.
Sementara itu, Komisaris Utama Mitra Natura Raya – Kebun Raya Bogor, Ery Erlangga menambahkan melalui karya-karya seni botani yang ditampilkan. “Kita tidak hanya melihat representasi visual tumbuhan Nusantara, tetapi juga merasakan narasi yang mendalam tentang relasi manusia dengan alam, perjalanan ilmu pengetahuan, serta apresiasi terhadap keindahan yang kerap terabaikan dalam kesibukan zaman,” ujar Ery.
Pameran ini lahir dari proses seleksi ketat oleh tim juri lintas disiplin, yaitu Kurniawan Adi Saputro (Kurator pameran dan pengajar ISI Yogyakarta), Destario Metusala (Botaniwan BRIN dan peneliti utama di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi), dan Jenny A Kartawinata (Seniman botani, pendiri IDSBA, dan editor referensi botani).
“Ilustrasi botani adalah sumber ilmu pengetahuan dan pencerahan. Kita akan dimudahkan untuk mengenal ‘keunikan’ suatu spesies tumbuhan—yang mungkin sehari-hari kita abaikan karena terlalu kecil, terlalu tinggi, atau tumbuh di tempat yang jauh,” ujar Destario Metusala.
Sepanjang penyelenggaraan, pengunjung dapat mengikuti berbagai kegiatan pendukung: talkshow tentang kedaulatan pangan Nusantara dan keragaman bambu bersama Yayasan Kehati dan Sekolah Pagesangan, tur galeri, open studio/demo, painting day disertai potluck pangan lokal, serta penjualan karya dan merchandise.
“Pameran ini adalah oase di tengah ironi degradasi hutan dan lingkungan alam. Bagaikan embun pengetahuan di saat momen dahaga masyarakat urban yang semakin berjarak dengan hutan. Dari mana lagi kita akan mengenal dan memahami aneka tumbuhan secara menyenangkan?” ujar Destario.