Bawaslu Bantul Ungkap Syarat Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024

Bantul, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bantul memastikan bahwa potensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pilkada 2024 tidak terjadi. Hal ini disebabkan seluruh tahapan, mulai dari pemungutan suara hingga rekapitulasi suara secara berjenjang, telah berjalan lancar. Saat ini, proses rekapitulasi suara tengah berlangsung di tingkat kabupaten oleh KPU Bantul.
1. PSU di Bantul bisa digelar ketika ada perintah hakim MK

Ketua Bawaslu Bantul, Didik Joko Nugroho, menjelaskan bahwa semua saksi pasangan calon (paslon) telah menerima proses pemungutan suara hingga rekapitulasi di tingkat KPU Bantul. Oleh karena itu, potensi PSU hanya dapat terjadi jika ada paslon yang tidak menerima hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten dan mengajukan gugatan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau yang dimasalahkan sengketa hasil, ada aturan khususnya. Di Bantul, selisih suara dengan paslon pemenang sebanyak satu persen," ucapnya di Kantor KPU Bantul, Senin (2/12/2024).
2. Proses rekapitulasi sudah berjalan

Didik mengatakan, proses pengajuan sengketa hasil Pilkada ke MK memerlukan waktu yang panjang. Selain itu, gugatan sengketa Pilkada belum tentu diterima oleh MK. Jika pun diterima, persidangan yang harus dilalui cukup panjang, dan tidak selalu berujung pada keputusan untuk menggelar PSU.
"Jadi kita tunggu saja, setelah rekapitulasi suara di tingkat kabupaten kemudian ditetapkan oleh KPU, diterima oleh semua paslon atau tidak. Kemudian, paslon yang tidak terima, mau gugat ke MK atau tidak," ujarnya.
"Kalau melihat proses pemungutan suara hingga rekapitulasi suara di tingkat kapanewon sudah sesuai aturan, sehingga tidak mungkin ada PSU. PSU akan digelar sebelum dilakukan rekapitulasi di tingkat PPS atau Kalurahan," tambah dia.
3. Indikasi politik uang secara TSM bisa memunculkan potensi PSU

Senada, Ketua Divisi Teknis KPU Kabupaten Bantul, Mestri Widodo, menyatakan potensi PSU tetap ada jika setelah KPU Bantul menetapkan hasil rekapitulasi suara, ada paslon yang mengajukan gugatan ke Mahkamah MK. Gugatan dapat dilakukan jika terdapat selisih suara maksimal 1 persen atau jika ditemukan pelanggaran politik uang yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Selain itu, kesalahan prosedur dalam proses pemungutan hingga rekapitulasi suara juga bisa menjadi alasan.
"Ya kita tunggu saja ada tidak gugatan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi dan apakah MK kemudian menerima gugatan itu serta kemudian apakah hakim MK akan memutuskan adanya PSU atau tidak," katanya.