Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Arab Saudi Disebut Lirik Gudeg jadi Konsumsi Jemaah Haji di Tanah Suci

Ilustrasi gudeg (commons.m.wikimedia.org/Indonesiagood)
Intinya sih...
  • Produsen gudeg Yogyakarta tengah sertifikasi untuk jadi hidangan jemaah haji di Arab Saudi
  • Minat Arab Saudi terhadap gudeg berawal dari misi dagang tahun lalu ke Yogyakarta
  • Para produsen gudeg harus menempuh proses sertifikasi yang mahal untuk memenuhi persyaratan ekspor ke Arab Saudi

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut sejumlah produsen gudeg di wilayahnya tengah menempuh sertifikasi untuk menjadikan kuliner khas Yogyakarta itu sebagai hidangan para jemaah haji di Arab Saudi.

"Ini baru proses, ada yang sudah clear, ada yang baru sertifikasi. Perlu waktu dan harapan kami bisa tembus," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Syam Arjayanti, Sabtu (29/6/2024).

1. Arab Saudi minati gudeg dan salak segar

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta (Disperindag DIY), Syam Arjayanti. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Syam menuturkan, ketertarikan Arab Saudi akan gudeg berawal dari misi dagang yang mereka lakukan sekitar tahun lalu ke Yogyakarta. Perwakilan pemerintah setempat, kata Syam, saat itu mengungkapkan minatnya terhadap gudeg dan salak segar buat hidangan para jemaah haji.

Hanya saja, untuk salak segar belum ada teknologi pangan mumpuni yang mampu membuat buah itu bisa bertahan selama tiga bulan sesuai permintaan Arab Saudi.

"Kalau Gudeg kan sekarang sudah ada kemasan kaleng yang bisa tahan lama. Nah, Gudeg ini mereka tertarik, menerima gudeg, menjadikannya salah satu makanan yang nanti untuk (konsumsi) haji, umroh," ungkap Syam.

2. Sertifikasi mandiri, biaya mahal

ilustrasi gudeg (unsplash.com/Vitor Monthay)

Beberapa produsen Gudeg di Yogyakarta, kata Syam, juga tertarik menjajaki kemitraan ini. Salah satunya adalah Gudeg Bu Citro.

Bagaimanapun, lanjut Syam, para produsen gudeg ini juga wajib menempuh proses sertifikasi guna memenuhi persyaratan ekspor yang ditentukan Pemerintah Arab Saudi. Sertifikasi dengan biaya yang tak sedikit ini, kata Syam, dilakukan secara mandiri oleh para produsen gudeg yang rata-rata masuk kategori Industri Kecil Menengah.

"Biaya dan juga ketentuan dari negara tujuan ekspor itu yang biasanya menjadi suatu kendala di IKM-IKM kita, belum terkait kuantitas dan kualitas," jelasnya. "Sertifikasi biayanya mahal juga," lanjut Syam.

3. Keterbatasan bahan baku

Suasana Ka'bah, Minggu (19/5/2024). (IDN Times/Faiz Nashrillah)

Syam menyadari betapa besarnya pangsa pasar untuk gudeg ketika nanti Pemerintah Arab Saudi telah memberikan izin buat kuliner tersebut menjadi hidangan para jemaah haji selama di Tanah Suci. Tapi, ia juga tak menutup mata kemampuan para produsen gudeg dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan ekspor, baik dari skala usaha maupun ketersediaan bahan baku.

Dia berharap nantinya asosiasi para pengusaha gudeh bisa bekerja sama. Di lain sisi, kata Syam, para produsen gudeg yang telah menjajaki sertifikasi ini juga sudah memetakan daerah-daerah pemasok nangka dari luar provinsi mengantisipasi besarnya permintaan nanti.

"Seberapa kuat kita, kalau kita bicara haji aja sudah berapa (kebutuhan konsumsi) dari Indonesia, mau umrah. Ya ini baru berproses," ujar Syam.

"Semoga goal juga, dan itu juga toh belum jadi makanan resmi haji atau umrah, dari Arab sendiri juga siap memasakkan di retail-retail mereka, ke hotel-hotel itu siap juga," pungkas dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tunggul Kumoro Damarjati
EditorTunggul Kumoro Damarjati
Follow Us