Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Anies Sentil Proses Pembahasan RUU TNI, Ungkit UU IKN-Omnibus Law

Anies Baswedan hadir di sidang Tom Lembong pada Kamis (6/3/2025). (IDN Times/Aryodamar)
Intinya sih...
  • Anies Baswedan menilai pembahasan RUU TNI yang tergesa-gesa mengabaikan aspek transparansi, berpotensi menghasilkan keputusan tak matang dan perdebatan.
  • Menurut Anies, undang-undang seperti UU IKN dan Omnibus Law yang dibahas secara tertutup cenderung tidak matang dan kontroversial.
  • Anies menyatakan pentingnya dialog terbuka dalam pembahasan undang-undang untuk memastikan kebijakan yang matang dan transparan serta mempertimbangkan pendapat masyarakat.

Sleman, IDN Times - Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan menilai setiap undang-undang yang dibahas dengan mengabaikan aspek transparansi, cenderung tak matang dan menghasilkan perdebatan.

Anies beranggapan pembahasan RUU TNI tergesa-gesa, sehingga tak menyisakan ruang kepada masyarakat untuk memahami dan mengkaji.

"Jika urusan sebesar ini, diputuskan secara terburu-buru, maka boleh kita khawatir bahwa dampaknya tidak maksimal, bahkan mungkin justru tidak berdampak baik bagi TNI sendiri, apalagi bagi negara," ujar Anies.

 

 

1. Ungkit UU IKN dan Omnibus Law

Sejumlah mahasiswa Aliansi BEM Semarang menuliskan penolakan UU TNI diatas aspal Jalan Pahlawan Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Anies mencontohkan dua undang-undang kontroversial hasil pembahasan secara tertutup dan terbatas, yakni UU Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Omnibus Law.

"Undang-undang yang dibahas secara terbatas, tertutup, hasilnya tidak matang, IKN contohnya, kemudian, Omnibus Law. Kenapa? Diputuskan dulu baru terjadi perdebatan," kata Anies saat jadi pembicara dalam acara diskusi Intelektual Muslim di UII, Sleman, Jumat (21/3/2025).

2. Promosi berdasarkan prestasi, bukan koneksi

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) menyerahkan laporan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) disaksikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan), Adies Kadir (ketiga kanan) dan Saan Mustopa (kedua kiri) pada Rapat Paripurna ke-15 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Anies menekankan, pembahasan secara transparan penting untuk mematangkan setiap kebijakan. Dialog terbuka mampu memastikan rambu-rambu hukum beserta ketiadaan celah yang berdampak bagi yang awam terhadap revisi aturan ini.

Menurut Anies, yang terjadi saat ini justru publik, termasuk dirinya sampai sekarang belum bisa mengakses draf final RUU TNI secara resmi.

"Dan apakah revisi ini menyelesaikan problem-problem yang hari ini sering dirasakan? Apa itu? Meritokrasi. Bagaimana promosi, bukan berdasarkan koneksi, tapi berdasarkan prestasi," ucapnya.

"Seseorang diangkat menjadi jenderal, naik menjadi komandan, naik menjadi Panglima, bukan karena koneksi, relasi, family, tapi berdasarkan prestasi. Pertanyaannya, itu adalah diakomodasi atau tidak di dalam revisi ini. Sementara itu yang dirasakan," sambungnya.

3. TNI milik rakyat, pembahasan seharusnya dibahas di ruang publik

Aksi tolak UU TNI di depan gedung DPR RI pada Kamis (20/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Oleh karenanya, Anies berpendapat revisi UU TNI itu semestinya dibahas di ruang diskusi publik, bahkan warung kopi sekalipun. Hal ini mempertimbangkan TNI milik rakyat.

"TNI itu milik rakyat. Karena itu semua yang dibahas terkait dengan TNI, biarkan dibahas di warung kopi, biarkan dibahas di ruang diskusi, dibahas di ruang seminar, dibahas di ruang-ruang terbuka, bukan dibahas di ruang tertutup yang tidak diketahui oleh rakyat," tutur Anies.

Anies meyakini seluruh masyarakat mencintai TNI, berharap mereka profesional serta berpihak kepada rakyat. "Karena TNI itu milik rakyat. Biarlah dia dibicarakan oleh rakyat, toh yang membicarakan itu rakyat Indonesia sendiri yang memiliki TNI," imbuhnya.

Anies melihat ketika undang-undang yang sudah berjalan dua dekade dan direvisi merupakan sesuatu hal yang logis. Begitu pula dengan UU TNI. Menurutnya, revisi adalah hal lazim sepanjang tak mendatangkan masalah baru dan sesuai koridornya, dalam hal ini TNI sebagai alat pertahanan negara.

"Jangan sampai revisi ini justru membebani institusi pertahanan dengan tugas-tugas baru yang justru bisa mengurangi fokus utamanya. Karena fokus utamanya tadi, pertahanan negara," tegas Anies.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us