Anak Pendiri Masjid Suciati Saliman Gugat Polresta Sleman

- Rianda Sulistyaningrum melakukan gugatan praperadilan pada Polresta Sleman terkait dihentikannya laporan polisi yang dibuatnya.
- Gugatan diajukan sebagai upaya meraih keadilan atas dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta autentik.
- Penyidikan dihentikan setelah gelar perkara menyimpulkan bukan tindak pidana, meski ahli pidana dan perseroan menyatakan sebaliknya.
Sleman, IDN Times - Anak Kedua Pendiri Masjid Suciati Saliman, Rianda Sulistyaningrum, melakukan gugatan praperadilan pada Polresta Sleman.
Melalui surat permohonan praperadilan nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN SMN tertanggal 28 April 2025, Rianda mengajukan langkah hukum atas dihentikannya laporan polisi yang dibuatnya.
1. Penghentian penyidikan perkara keterangan palsu

Dalam keterangan tertulis, dijelaskan gugatan praperadilan diajukan sebagai salah satu upaya untuk meraih keadilan yang tengah diperjuangkannya.
Rianda sebelumnya membuat Laporan Polisi dengan nomor LP-B/476/XII/2022/SPKT/POLRESTA SLEMAN/POLDA DIY, TANGGAL 16 Desember 2022, atas dugaan terjadinya tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHP.
Namun laporan tersebut dihentikan penyidikannya seiring peneribitan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/Henti.Sidik/86a/XII/Res.1.9/2024/Reskrim tanggal 16 Desember 2024.
Ketua Tim Kuasa Hukum Rianda, Setyoko menjelaskan, semula proses penyelidikan oleh Polresta Sleman bergulir lancar sehingga status perkara naik menjadi penyidikan.
"Dengan naiknya status laporan menjadi penyidikan, mengindikasikan jika polisi sendiri yakin dan berkesimpulan bahwa memang ada dugaan telah terjadi tindak pidana dalam kasus tersebut," ujar Setyoko dalam keterangannya, Jumat (1/5/2025).
Akan tetapi, seiring waktu tidak ada lagi perkembangan penyidikan sehingga pelapor melayangkan beberapa surat untuk mempertanyakan sejauh mana proses bergulir.
Sampai 2024, Polresta Sleman akhirnya melaksanakan gelar perkara yang berujung pada kesimpulan bahwa proses penyidikan dihentikan.
2. Klaim ahli temukan unsur pidana-perdata

Pada gelar perkara tersebut, menurut Setyoko, penyidik beranggapan perkara ini bukan tindak pidana berdasar keterangan ahli. Padahal, dua saksi ahli dari pelapor yang sudah diperiksa menyatakan terjadi indikasi pidana.
Ahli pidana menyatakan dalam perkara ini ada tindak pidana dan oleh ahli perseroan dijelaskan terjadi pelanggaran yang bisa berkonsekuensi pidana, sekaligus perdata dan administrasi.
Bagi tim kuasa hukum, agar pemeriksaan lebih objektif dapat dilakukan pemeriksaan ulang secara bersama-sama mendengarkan keterangan para ahli, baik ahli yang diajukan pelapor dan terlapor, bahkan ahli yang diajukan penyidik.
Selanjutnya, keterangan para ahli bisa diperiksa secara bersama-sama dalam sidang terbuka untuk umum, sehingga semua orang dapat menilai secara objektif bagaimana pendapat ahli mengenai perkara ini.
"Kami mengajukan praperadilan ini sebagai bentuk ikhtiar untuk mengembalikan marwah hukum agar setiap tindak pidana, sekecil apa pun, ditangani secara adil, objektif, dan transparan. Fakta hukum yang ada sudah lebih dari cukup untuk membuktikan adanya dua alat bukti yang dibutuhkan dalam perkara ini," jelas Setyoko.
Harapannya, sidang praperadilan menjadi momentum koreksi atas keputusan penghentian penyidikan yang prematur dan membangun kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum yang tercoreng.
"Kami menilai bahwa penghentian perkara ini penuh dengan bau yang tidak sedap, apakah itu intervensi kekuasaan atau intervensi lain, sehingga tidak memenuhi rasa keadilan dan bertentangan dengan prinsip due process of law," ucapnya.
Tim kuasa hukum berharap agar pengadilan menjadi pengawal proses ini dan jangan berlaku yang sebaliknya.
3. Bermula dari wasiat Mendiang Suciati Saliman

Perkara ini bermula dari persoalan pembagian warisan mendiang Suciati Saliman, Pendiri Masjid Suciati Saliman, di mana terlapor diduga melakukan tindakan melawan hukum dengan menggunakan akta yang sudah tidak berlaku untuk kepentingan perubahan kepemilikan saham dan anggaran dasar perusahaan keluarga.
Upaya penyelesaian secara musyawarah gagal, dan perbuatan tersebut dilaporkan ke Polresta Sleman.
Langkah musyawarah selalu kandas karena pihak terlapor memilih langkah sepihak yang mengabaikan kesepakatan dan menggunakan dokumen yang sudah tidak berlaku untuk mengubah struktur kepemilikan saham keluarga dan mengabaikan wasiat terkait keberlanjutan Yayasan Masjid Suciati Saliman.
Setelah melalui penyelidikan dan penyidikan, penyidik sempat memberitahukan bahwa perkara naik ke tahap penyidikan, namun satu tahun kemudian tanpa pemberitahuan lanjutan, penyidikan dihentikan.
4. Respons polisi

Bidang Hukum (Bidkum) Polda DIY, Heru Nurcahyo sementara itu menyebut permohonan praperadilan itu belum sampai ke Bidkum.
"Kalaupun benar adanya ya kami siap untuk kemudian menghadapi praperadilan tersebut setelah kami menerima permohonannya dan segera kami persiapkan materinya bersama rekan-rekan penyidik Polres Sleman," kata Heru.