TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawa DSLR ke Taman Sari Bayar Rp250 Ribu, Keraton: Berlaku bagi Semua

Fotografer kerap diakui sebagai anggota keluarga pengunjung

Taman Sari Yogyakarta (dok. Pribadi/Reksita Wardani)

Yogyakarta, IDN Times - Keluhan seorang wisatawan yang diminta membayar Rp250 ribu karena membawa kamera pro saat memasuki objek wisata Taman Sari viral di media sosial.

Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya—departemen yang membidangi upacara adat, perpustakaan, sastra, museum, dan pariwisata Keraton Yogyakarta, sekaligus mengelola Taman Sari—menyampaikan penjelasannya terkait hal ini.

Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya, GKR Bendara, mengatakan aturan kamera pro ini mencakup siapa saja yang menenteng kamera DSLR masuk ke Taman Sari. Sifatnya pukul rata.

Baca Juga: Wisatawan Protes Masuk Tamansari Bayar Rp250 Ribu,Ini Jawaban Keraton 

1. Tarif sudah tertera di pintu masuk

GKR Hayu (kiri) dan GKR Bendara (kanan). (IDN Times/Tunggul Kumoro)

GKR Bendara turut menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan pengunjung kali ini. Namun dia mengingatkan jika aturan soal tarif ini sudah dipajang di bagian pintu masuk Taman Sari.

Tarif tiket masuk dibedakan ke kategori internasional dan domestik. Keduanya dibagi ke dalam beberapa kriteria lagi. Mulai dari tiket reguler, sesi foto, foto prewedding, dan foto produk yang masing-masing dikenai harga berbeda. Bukan cuma Taman Sari saja menurut dia, beberapa destinasi wisata lain juga menerapkan regulasi serupa.

"Tentunya setiap objek wisata punya ketentuan masing-masing. Bandingkan Prambanan misalnya itu harganya sama juga sekitar Rp250 ribu sampai Rp300 ribu," kata Bendara dalam konferensi pers secara daring, Senin (14/3/2022).

"Lokasi-lokasi wisata lain juga banyak yang menggunakan ketentuan sama. Jadi, kamera profesional ada biaya tertentu," lanjutnya.

2. Wisatawan-fotografer mendadak keluarga

Ilustrasi fotografer (pexels.com/Andre Furtado)

Bendara menjelaskan, banyak wisatawan yang kini menyewa jasa dokumentasi dari fotografer profesional, termasuk di Taman Sari. Semisal, ibu-ibu arisan atau kelompok wisata lainnya.

"Walaupun itu nanti fotonya tidak diperjualbelikan tapi itu masuk dalam foto sesi," ucap dia.

Sementara aturan ini dipukul rata bagi siapa saja yang menenteng kamera DSLR guna mencegah akal-akalan wisatawan dan fotografer profesional di tempat wisata. Seringkali ditemui kasus kedua belah pihak mengaku satu keluarga.

"Sekarang ini banyak juga wisatawan yang bilang 'oh iya ini keluarga saya'. Ternyata dia di-hire secara profesional untuk memotret keluarga tersebut. Jujur atau tidaknya itu sulit diukur. Tapi kejadian ini banyak. Untuk menghindari bayar Rp250 ribu ini (diaku) keluarga," paparnya.

"Sehingga kami menstandardisasi bila kamera itu DSLR maka masuk ke dalam kamera profesional dan foto sesi," sambung Bendara.

Hanya saja pihak Keraton berencana meninjau ulang terkait standarisasi fotografer profesional dan pengunjung biasa berdasarkan kamera yang dipakainya. Menyusul perdebatan alot yang muncul di sosial media usai viral peristiwa ini.

"Ada fotografer tidak profesional tapi menggunakan kamera yang secara kasat mata terlihat canggih. Ada fotografer profesional menggunakan handphone. Ini hal yang perlu kita review. Tapi, (aturan) yang sudah terpasang sampai hari ini bahwa kamera profesional itu bentuknya dengan lensa-lensa profesional untuk kebutuhan fotografi yang lebih bagus daripada handphone," pungkasnya.

Baca Juga: Tak Perlu Antigen, Angka Penumpang Kereta Api ke Yogyakarta Meningkat

Berita Terkini Lainnya