WLPB Goes To School, Latih Siswa di Kawasan Rawan Merapi

Peserta didik diajak untuk menjadi agen mitigasi bencana

Sleman, IDN Times - Tingkatkan kesiapsiagaan di lingkungan sekolah yang berada di kawasan ancaman bahaya Gunung Merapi, Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) Goes To School kembali digelar. WLPB menjadi upaya mengurangi risiko bencana yang mungkin timbul.

Kegiatan ini diselenggarakan di SMPN 3 Turi, Senin (10/7/2023), dan SMPN 2 Pakem pada Rabu (12/7/2023). Sejak 5 November 2020, aktivitas Gunung Merapi berstatus Siaga (Level III), dengan ancaman utama awan panas guguran dominan mengarah ke Barat Daya. Ancaman risiko bencana erupsi dapat menjangkau wilayah desa-desa termasuk sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.

"Dari kenyataan di lapangan tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh ancaman bahaya Gunung Merapi salah satunya adalah penyebaran informasi ancaman bahaya terkini dan upaya kesiapsiagaan masyarakat melalui kegiatan WLPB Goes To School," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso.

1. Diharap tumbuh kesadaran mitigasi

WLPB Goes To School, Latih Siswa di Kawasan Rawan MerapiAwan panas guguran Gunung Merapi pada Senin (13/3/2022). (Dok. BPPTKG)

Untuk mempersiapkan sekolah dalam menghadapi potensi bencana erupsi Gunung Merapi, perlu dilakukan aktivasi program edukasi mitigasi bencana kepada peserta didik di tingkat sekolah menengah dan atas. Pihak penanggulangan bencana memiliki peran penting dalam hal ini, dengan memberikan pemahaman yang memadai mengenai mitigasi bencana sejak dini, terutama di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi.

Selain itu, penting juga untuk mengajarkan pola pikir yang mempertimbangkan risiko bencana dalam kehidupan sehari-hari kepada peserta didik, dengan harapan kesadaran terhadap pentingnya mitigasi akan tumbuh secara alami.

"Kemasan kegiatan ini juga harus mengedepankan interaktif dan komunikasi dua arah dari narasumber, fasilitator, pengajar dan peserta. Bahasa mitigasi perlu dikemas menarik, edukatif dan partisipatif dalam bentuk diskusi, permainan dan seni pertunjukan," ujar Agus.

2. Peserta didik jadi agen mitigasi bencana

WLPB Goes To School, Latih Siswa di Kawasan Rawan MerapiIlustrasi Pelajar (SMP). IDN Times/Mardya Shakti

Program WLPB Goes To School diselaraskan dengan branding awareness BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yaitu Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), sebuah program yang menyiapkan sekolah menjadi sekolah berwawasan mitigasi bencana yang menargetkan pengajar dan peserta didik di lingkungan sekolah.

Sementara, program WLPB Goes To School didesain agar peserta didik menjadi agen mitigasi bagi sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Peserta didik dapat memahami apa saja upaya mitigasi yang harus dilakukan pada kondisi prabencana, saat bencana dan pascabencana.

Kegiatan WLPB Goes To School ini menjadi kickoff untuk menjadi program lanjutan bagi sekolah menengah dan atas di wilayah Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi. Peluang untuk kolaborasi dan sinergi antar lembaga pemerintah maupun swasta agar menjadi program mitigasi, edukasi dan charity sangat terbuka luas.

Baca Juga: Merapi Keluarkan Awan Panas, Diikuti Hujan Abu Tipis di Selo

3. Kondisi Merapi terkini

WLPB Goes To School, Latih Siswa di Kawasan Rawan MerapiIlustrasi pos pemantauan gunung berapi (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Diketahui kondisi Gunung Merapi terakhir, meluncurkan belasan kali guguran lava pijar pada Senin (10/7/2023). Jarak luncur maksimal 1.700 meter ke arah barat daya (Kali Bebeng).

Agus menyebutkan  pada Senin (10/7/2023) pukul 00.00 WIB - 12.00 WIB terjadi 17 kali guguran lava pijar. "Guguran lava pijar ke arah barat daya (Kali Bebeng) dengan jarak luncur maksimum 1.700 meter," ujar Agus.

Baca Juga: Bukit Turgo Sleman, Spot Terbaik Melihat Lelehan Lava Merapi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya