TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Virus Corona Mudah Bermutasi, Jadi Tantangan Pengembangan Vaksin  

Vaksin disesuaikan dengan jenis virus masing-masing negara

Dokter Sumardi, Spesialis Penyakit Dalam Konsentrasi Paru, RSUP dr. Sardjito. IDN Times/Siti Umaiyah

Sleman, IDN Times - Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK UGM, dr. Sumardi menjelaskan tantangan dalam pengembangan vaksin virus corona jenis baru, COVID-19 adalah virus mudah bermutasi.

Sumardi menyampaikan, virus corona jenis baru ini merupakan virus RNA yaitu strain yang saat bertemu dengan inang dapat membuat salinan baru yang bisa terus menginfeksi sel lain.

“Materi genetik COVID-19 adalah RNA dan asam aminonya terus berubah dan mutasi. Berbeda dengan virus DNA yang tidak rentan terhadap perubahan,” terangnya pada Jum'at (22/5).

Baca Juga: Oknum Kepala Dusun di Bantul Diduga Sunat Dana Bansos

1. Ketika bermutasi,virus akan lebih kuat

Ilustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Sumardi, mutasi virus sebenarnya merupakan siklus yang biasa terjadi dalam evolusi. Akan tetapi, mutasi tersebut akan mengubah tingkat keparahan penyakit yang disebabkannya. Biasanya virus yang telah bermutasi akan lebih kuat dibandingkan dengan sebelumnya.

Dia menjelaskan, kondisi tersebut turut berpengaruh pada pengembangan vaksin COVID-19. Sebab virus bisa terus bermutasi dari waktu ke waktu yang dapat mengubah perilakunya dalam menginfeksi.

"Hal itu sama dengan yang terjadi seperti dalam pengembangan vaksin HIV. Hingga saat ini belum ada hasil pengembangan vaksin yang bisa mencegah penyebaran virus HIV karena terus bermutasi. Kondisi itu menyebabkan vaksin yang telah dikembangkan hanya sanggup melindungi dari strain virus tertentu dan tidak bisa digunakan untuk virus jenis baru," terangnya.

2. Tantangan pengembangan vaksin virus RNA harus terus diperbarui

Pixabay

Sumardi menjelaskan, tantangan dalam pengembangan vaksin untuk virus jenis RNA, termasuk COVID-19 yakni ketika sudah ditemukan, vaksin tersebut harus diperbaharui terus-menerus dengan melihat virus yang terus berubah.

"Pada saat vaksin sudah bisa dipakai untuk vaksinasi madsal, virus RNA sudah mengalami mutasi unsur genetiknya. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap vaksin yang telah dihasilkan menjadikan daya proteksinya berkurang. Seperti juga halnya yang terjadi pada kasus vaksin Swine flu," paparnya.

Baca Juga: Saat Pandemik Hanung Bramantyo Produktif Bikin Film Pendek Bareng Anak

Berita Terkini Lainnya