TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

2050 Jakarta Diprediksi Tenggelam, Pakar UGM: Jadi Sebuah Keniscayaan

Apa yang perlu dilakukan sebelum benar-benar tenggelam?

Ilustrasi banjir di Jakarta. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Sleman, IDN Times - Laporan terbaru dari Fitch Solutions Country Risk & Industry Research memprediksi Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050 sebagai akibat dari sejumlah persoalan yang dihadapi saat ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pakar Tata Ruang dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Bambang Hari Wibisono, mengatakan jika prediksi semacam itu menjadi suatu peringatan yang penting untuk segera diantisipasi.

“Saya kira ini bukan sesuatu yang mustahil, tapi keniscayaan yang akan terjadi kalau Jakarta tidak secara cermat melakukan pengelolaan pembangunannya. Ini suatu peringatan yang kita perlu perhatikan,” ungkapnya pada Senin (7/6/2021).

Baca Juga: EWS Besutan Peneliti UGM Akan Dipasang di Pesisir Pulau Jawa

1. Isu penurunan tanah sudah menjadi perhatian sejak 15 lalu

Foto udara kendaraan melintas di kawasan Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Sabtu (28/3/2020) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Menurut Bambang, isu mengenai penurunan permukaan tanah di Jakarta sendiri telah menjadi perhatian dari para ahli sejak 10 hingga 15 tahun yang lalu. Tidak sedikit pula para ahli yang kemudian memberikan peringatan serta pendapat tentang apa yang seharusnya dilakukan di Jakarta.

Menurutnya, salah satu hal penting yang bisa dilakukan adalah menggunakan instrumen penataan ruang secara ketat.

“Tata ruang harusnya sudah mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang merupakan kawasan budi daya yang bisa dikembangkan dan mana kawasan yang memiliki fungsi lindung,” terangnya.

2. Pembangunan di Jakarta belum serius memikirkan tentang daya dukung

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Selama ini, pembangunan di Jakarta mayoritas masih di level pertimbangan tentang kapasitas atau daya tampung. Sedangkan untuk daya dukung, belum dipikirkan secara serius.

Di samping itu, hal lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap penduduk untuk memiliki kualitas hidup yang baik. Mengingat jumlah penduduk di Jakarta telah mencapai lebih dari 10 juta sedangkan luas wilayahnya hanya sebesar 661 km2.

Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi pada kebutuhan ruang serta sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan masyarakat. Padahal, pembangunan fisik memberi beban bagi lahan.

“Dengan dibangun secara fisik itu akan menjadi beban bagi tanah, di pihak lain juga kebutuhan air bersih yang diperlukan masyarakat disedot terus dari bawah permukaan tanah. Lahan manapun pasti akan mengalami suatu penurunan,” katanya.

Baca Juga: Pakar UGM: 3 Agenda Penting untuk Ciptakan Keamanan Data Digital

Berita Terkini Lainnya