TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KH Abdul Kahar Muzakkir, Pahlawan Nasional Perumus Pancasila

Tokoh kemerdekaan Indonesia asal Yogyakarta

Gambar Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir - Twitter.com/AkademiaUII

Yogyakarta, IDN Times - Menjelang hari Pahlawan pada 10 November mendatang, Presiden Joko Widodo memberikan gelar pahlawan pada enam tokoh Indonesia di Istana Negara, Jumat (8/11). 

Salah satu tokoh yang akan diberi gelar pahlawan oleh Presiden Jokowi adalah Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir yang merupakan tokoh asal Yogyakarta. Siapakah dia? Berikut profilnya yang dihimpun IDN Times.

Baca Juga: Enam Tokoh Calon Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2019, Dua dari Jogja

1. Merupakan cendekiawan Islam

Pexels/Pixabay

Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir semasa kecil tinggal di kawasan Kotagede yang lingkungannya memiliki tingkat keislaman kuat. Ia mendapatkan limu-ilmu Islam dari keluarganya, termasuk ayahnya yang masih keturunan Kyai Hasan Busyairi, seorang pemimpin tarekat Syattariyah yang berjuang bersama Pangeran Diponegoro.

Muzakkir memulai jenjang pendidikannya di Sekolah Dasar Muhammadiyah Kotagede, lalu melanjutkan ke Pesantren Jamseren Solo dan Pesantren Tremas Pacitan.

Setelah lulus sekolah, Muzakkir melanjutkan studi ke Kairo. Ia lulus dengan berbagai bidang seperti hukum Islam, hingga bahasa Arab.

Pada tahun 1933 di Kairo, Muzakkir mendirikan sebuah Perhimpunan Indonesia Raya dan menjadi salah satu pemimpinnya, sehingga ia berkecimpung di berbagai gerakan Islam dunia. Ia juga pernah menjadi redaktur koran Al-Tsaurah dari Palestina.

Karena kemampuan politiknya yang baik saat di Kairo, orang-orang Timur Tengah jadi mengenal Indonesia dan menjadikan Muzakkir sebagai seorang tokoh yang melambangkan Indonesia di Timur Tengah.

2. Ikut merumuskan Pancasila melalui BPUPKI

Ilustrasi kemerdekaan Indonesia - Flickr/Mr.TinDC

Saat pemerintah Jepang mendirikan Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Muzakkir menjabat sebagai anggota dewan penasihat. Ia termasuk salah satu tokoh yang mewakili nasionalis Islam dalam sidang-sidang BPUPKI.

Salah satu yang diperdebatkan kala itu adalah bunyi sila pertama yang tidak disetujui oleh kubu nasionalis sekuler. Pada akhirnya setelah kesepakatan bersama bunyi sila pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", setelah sebelumnya adalah "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Baca Juga: Resmi, Kahar Muzakkir dan Sardjito Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Berita Terkini Lainnya