TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Alimatul, Komisioner Komnas Perempuan dari Yogyakarta

#AkuPerempuan Belajar feminisme Barat dan feminisme Islam

Komisioner terpilih Komnas Perempuan 2020-2024, Alimatul Qibtiyah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sleman, IDN Times – Alimatul Qibtiyah menjadi satu-satunya perempuan dari Yogyakarta yang terpilih sebagai komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Periode 2020-2024. Lima belas orang terpilih. Mereka akan mulai bekerja per 1 Januari 2020 mendatang.

Lantas siapakah perempuan kelahiran September 1971 asal Ngawi, Jawa Timur yang akrab disapa dengan Alim ini?

Baca Juga: Alimatul: Perlu Bahasa Agama untuk Memahamkan RUU PKS 

1. Mulai bicara gender sejak 1995

Komisioner terpilih Komnas Perempuan 2020-2024, Alimatul Qibtiyah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Perempuan, feminisme, dan gender seolah sudah menjadi bagian keseharian Alim. Ia mulai mendiskusikan soal gender sejak 1995. Saat itu, ia usai merampungkan kuliahnya di Jurusan Penerangan dan Penyiaran Agama Islam (PPAI) Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN, sebelum kemudian bernama UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kemudian melanjutkan jenjang S2 di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada 2000. Setelah jeda waktu, ia melanjutkan ke University of Northern Iowa, Amerika Serikat hingga 2005.

“Saya memperdalam women studies di Amerika selama dua tahun,” kata Alim saat ditemui IDN Times di kantornya di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Selasa, (26/11).

Dan terakhir meraih gelar PhD setelah lulus pendidikan doktor di Universitas Western Sydney pada 2013. Disertasinya kemudian dibukukan dengan judul Feminisme Muslim di Indonesia yang diterbitkan Suara Muhammadiyah pada 2019.

2. Turut mengegolkan pernikahan monogami dalam Muhammadiyah

Komisioner terpilih Komnas Perempuan 2020-2024, Alimatul Qibtiyah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Selain di kampus, Alim juga aktif di organisasi Muhammadiyah dengan menjabat sejumlah posisi penting di sana. Sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah Periode 2015-2020. Di sana, ia aktif merumuskan gerakan perempuan damai dan gerakan menolak ekstremisme.

Kemudian anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Salah satu perannya dalam majelis tersebut adalah turut serta menelurkan keputusan Muhammadiyah yang tercantum dalam buku Menuju Keluarga Sakinah.

“Di dalamnya ada monogami yang menjadi prinsip pernikahan dalam Muhammadiyah,” kata Alim.

Saat ini, ia juga bergabung dalam proses tanfiz atau menyatakan berlaku tentang fikih perlindungan anak. Di mana Muhammadiyah mengusulkan usia calon mempelai laki-laki dan perempuan yang ideal untuk menikah adalah 21 tahun. Bukan 18 tahun ke bawah.

“Sempat ramai di DPR. Alhamdulillah, terus diputuskan 19 tahun,” kata Alim yang saat ini menjadi Ketua Fikih Difabel untuk memberikan perlindungan hak-hak difabel untuk dapat menjalankan ibadahnya.

Baca Juga: Alimatul: Prinsip Negosiasi Suami Istri Itu Ibarat Sepasang Kaki

Berita Terkini Lainnya