TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Independensi KPK Terancam, UII Yogyakarta Tolak Revisi UU KPK 

Rektor UII: "Publik berhak curiga, ini seperti kejar tayang"

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Yogyakarta IDN Times – Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta melalui rektor menyatakan menolak rencana revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomer 30 Tahun 2002 oleh DPR. Menurut Rektor UII Fathul Wahid, penolakan dilakukan lantaran sejumlah pasal yang akan direvisi mengkhawatirkan keberadaan KPK.

“Poin pentingnya, independensi KPK terancam,” kata Fathul usai menyampaikan Pernyataan Sikap Sivitas Akademika UII atas Rencana Revisi UU KPK yang berjudul “Selamatkan Indonesia, Tolak Revisi UU KPK” di hall Fakultas Hukum UII di Yogyakarta, Senin (9/9).

Apalagi revisi tersebut dilakukan menjelang masa kerja DPR Periode 2014-2019 yang akan berakhir 30 September 2019. Sementara revisi yang disetujui seluruh fraksi DPR itu tidak masuk agenda program legislasi nasional (Prolegnas) 2019. Rencana revisi itu diputuskan DPR dalam sidang paripurna pada 5 September 2019 lalu sebagai inisiatif DPR.

“Publik berhak curiga. Ini seperti kejar tayang,” kata Fathul yang didampingi Dekan Fakultas Hukum UII Abdul Jamil beserta sejumlah dosen, mahasiswa, dan alumni kampus tersebut. Penolakan dimulai dari Fakultas Hukum dan akan dilanjutkan ke fakultas lain di UII.

Ini alasan mengapa independensi KPK terancam sehingga UII menolak revisi UU KPK:

Baca Juga: Gelar Diskusi soal Kontroversi Disertasi, AJI: Jurnalis Mesti Bersabar

1. KPK akan ditempatkan dalam kekuasaan eksekutif

Pito Agustin Rudiana

Kondisi tersebut berpotensi menjadikan KPK sebagai lembaga subordinat atau di bawah pemerintah, dalam hal ini Presiden.

“(KPK) Tidak bisa lagi independen. Karena disetir sesuai kehendak rezim yang berkuasa,” kata Fathul.

2. Pembentukan Dewan Pengawas menciptakan ‘matahari kembar’ dalam KPK

Dok.Biro Humas KPK

Dewan pengawas mempunyai kewenangan yang besar yang dikhawatirkan akan menghambat kerja-kerja KPK yang dituntut kerja cepat, tepat, dan cermat dalam pemberantasan korupsi.

“Dewan pengawas ini akan mengganggu independensi KPK,” kata Fathul.

3. Kewenangan menyadap harus seizin dewan pengawas

(Aksi cicak vs buaya 4.0) Dokumentasi Humas KPK

Keharusan izin dari dewan pengawas itu akan menghambat kinerja KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi yang dilakukan secara rapi, sistematis, dan berjejaring.

“Selama ini basic OTT (operasi tangkap tangan) KPK kan dari penyadapan-penyadapan itu,” imbuh Dekan Fakultas Hukum UII, Abdul Jamil.

4. Status kepegawaian KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN)

(Plang di bagian atas gedung KPK ditutup kain hitam) Dokumentasi Biro Humas KPK

Lantaran ditetapkan sebagai pegawai pemerintah (ASN), menurut Fathul, kelak akan memunculkan loyalitas ganda, yakni bersikap loyak kepada KPk atau kepada pemerintah.

Baca Juga: Ikut Kegiatan Sosial, Mahasiswa Papua Akui Merasa Nyaman di Yogyakarta

Berita Terkini Lainnya