Percepatan Revisi Permendag 50/2020 Ditunggu Jutaan UMKM Indonesia

Agresivitas platform asing jadi ancaman

Yogyakarta, IDN Times - Pengesahan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 mengenai Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik, ditunggu jutaan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Rencana perbaikan aturan itu sudah berlangsung berbulan-bulan, tapi terhenti di Kementerian Perdagangan (Kemendag)

Aksi nyata Mendag, Zulkifli Hasan saat ini pun ditunggu untuk melindugi pelaku UMKM. "Kalau Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tidak segera direvisi, maka akan menjadi pukulan telak bagi UMKM. Ibaratnya UMKM ini disuruh pergi perang tapi tidak dikasih senjata. Dalam jangka pendek, Permendag ini akan menolong UMKM, tetapi pemerintah juga harus membantu UMKM agar lebih kuat dalam jangka panjang,” kata Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin dalam keterangan rilisnya Senin (17/7/2023).

1. Agresivitas platform asing jadi ancaman

Percepatan Revisi Permendag 50/2020 Ditunggu Jutaan UMKM IndonesiaIlustrasi Pengusaha/Wirausahawan (IDN Times/Aditya Pratama)

Edy mengatakan agresivitas platform e-commerce dan social commerce asing yang telah menjadikan pasar Indonesia sebagai target utama mereka, salah satu yang kini jadi sorotan adalah Tiktok. Platform social commerce asal Tiongkok ini sedang menjalankan project S melalui Tiktok Shop untuk memperbesar bisnisnya di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Menurut Edy, pemerintah harus membatasi transaksi melalui social commerce atau perdagangan elektronik media sosial seperti TikTok Shop hanya untuk produk dengan harga tertentu. Misalnya ditetapkan harga per produk mininal sebesar US$100. Dengan demikian, produk yang bisa diperjualbelikan oleh platform media sosial hanya produksi dalam negeri atau didominasi oleh produk UMKM.

“Pemerintah harus tegas posisinya dalam melindungi UMKM. Selain dengan regulasi, pemerintah juga wajib memberikan bantuan teknis, seperti memperbanyak pelatihan, bantuan manajemen, pinjaman kredit lunak, dan lain sebagainya. Hal itu, akan lebih bermanfaat untuk memperkuat daya saing UMKM terhadap produk impor,” tegasnya. 

2. Dikhawatirkan Tiktok menyontoh produk dalam negeri

Percepatan Revisi Permendag 50/2020 Ditunggu Jutaan UMKM IndonesiaIlustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Saat ini Tiktok menjadi sorotan banyak kalangan menyusul kekhawatiran sejumlah pihak atas perilaku bisnis perusahaan Tiongkok ini. Melalui project S lewat Tiktok Shop, platform ini diduga sedang berupaya mengumpulkan berbagai data mengenai perilaku transaksi konsumen di seluruh dunia. 

Dengan mengetahui perilaku konsumen dan produk yang paling laku, Tiktok diduga berusaha memproduksi barang sejenis di China dan di jual dengan harga lebih murah. Hancurnya bisnis UMKM akibat banjirnya produk murah dari Tiongkok yang dijual lewat platform online sudah terjadi di bisnis hijab. 

Berdasarkan studi World Economic Forum (WEF), hingga tahun 2021 produksi hijab lokal hanya tinggal 25 persen, sementara 75 persen dari sekitar 1,02 miliar hijab yang dijual di Indonesia dikuasai oleh produk impor. "Padahal di tahun 2021 masyarakat Indonesia ditaksir menghabiskan uang untuk membeli hijab hingga USD6,9 miliar," terang Edy.

Untuk memperkuat strategis bisnisnya di Indonesia, bulan lalu CEO Tiktok Shou Zi Chew menemui langsung sejumlah  menteri Kabinet Indonesia Maju. Selain bertemu Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Maritim dan Investasi, Shou juga bertandang ke kantor Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan untuk membahas rencana investasi dan perkembangan bisnis Tiktok di Indonesia.  

Baca Juga: Ilmu Komunikasi dan Kedokteran, Pilihan Terbanyak Calon Maba UGM   

3. Indonesia pasar terbesar kedua Tiktok

Percepatan Revisi Permendag 50/2020 Ditunggu Jutaan UMKM IndonesiaIlustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Data Statistika mencatat, Indonesia merupakan pasar terbesar kedua Tiktok setelah Amerika Serikat. Jumlah pengguna paltform asal Tiongkok itu sudah menembus angka 113 juta. Sementara hasil survei Cube Asia, perusahaan yang menyediakan insights terkait e-commerce menemukan fakta bahwa laju transaksi melalui Tiktok telah menggerogoti penjualan sejumlah platform e-commerce. 

Berdasarkan survei itu transaksi konsumen Tiktok di Indonesia, Thailand, dan Filipina telah memangkas belanja di Shopee 51 persen, Lazada 45 persen, dan offline 38 persen.

Baca Juga: CfDS UGM Edukasi Ratusan Mahasiswa tentang Fintech

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya