TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aksi Klitih Imbas Tekanan yang Dialami Remaja Akibat Pandemik

Remaja juga menghadapi persoalan sendiri saat pandemik

Ilustrasi barang bukti kejahatan klitih yang diamankan oleh polisi. (IDN Times/Daruwaskita)

Yogyakarta, IDN Times - Fenomena klitih yang kembali marak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belakangan ini ikut disorot oleh Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus inisiator Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) DIY, Muhammad Nur Rizal.

Ia mengatakan, adanya perubahan dan tekanan yang timbul akibat pandemik COVID-19 bisa menjadi salah satu pemicu aksi klitih yang dilakukan remaja.

Baca Juga: Dispar Bantul Khawatir Klitih Turunkan Minat Wisatawan Berwisata 

1. Hilangnya tempat untuk berekspresi

Ilustrasi Pelajar. (IDN Times/Mardya Shakti)

Rizal mengatakan, banyak remaja yang mesti berhadapan dengan perubahan dinamika dalam keluarga, sekolah, relasi pertemanan, maupun lingkungan masyarakat. Situasi yang kompleks ini membuat anak terkadang kesulitan memenuhi kebutuhannya untuk mengekspresikan diri.

“Manusia butuh aktualisasi diri. Tapi belakangan ini anak muda tidak punya ruang untuk berekspresi baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat sekitarnya,” ungkapnya seperti dilansir laman resmi UGM pada Minggu (17/4/2022).

Kala aktivitas pembelajaran sepenuhnya dilakukan secara daring, hal ini menghilangkan banyak aktivitas yang bisa menjadi ruang untuk berekspresi, berinteraksi, dan berkarya bagi para pelajar. Interaksi di lingkungan masyarakat juga jadi terbatas.

Hal ini, lanjut dia, membuat anak menghabiskan banyak waktunya di rumah. Padahal, tak sedikit keluarga yang tidak mempunyai hubungan yang harmonis.

“Banyak orang tua mengalami efek pandemi dan terpuruk secara ekonomi sehingga mereka lupa untuk membangun kedekatan dan komunikasi yang intensif dengan anak,” kata Rizal.

2. Klitih jadi pelarian

Ilustrasi pelaku klitih ditangkap. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Menurut Rizal, anak juga mengalami berbagai persoalan baru di tengah pandemik. Mereka justru membutuhkan perhatian dan pendampingan dari orangtua. Ketika relasi dengan orangtuanya kurang baik, anak pun mencari pelarian ke dunia maya.

“Ketika ruang interaksi dan partisipasi berkurang, anak lari ke dunia teknologi. Bagi sejumlah anak, ketika dia terpapar pada hal-hal negatif dia kemudian mencoba menerapkannya,” tambah dia.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, kata Rizal, turut menyebarkan perubahan terhadap perilaku kejahatan yang kini dapat dilakukan secara individual. Termasuk aksi klitih yang sebelumnya dilakukan berkelompok.

Baca Juga: Cegah Aksi Klitih di Yogyakarta, Pemkot Optimalkan FKDM

Berita Terkini Lainnya