TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menengok Usaha Rumahan Bakpia, Oleh-oleh Khas Yogyakarta

Awal usaha mampu raih omzet Rp50 juta

IDN Times/Nindias Khalika

Kota Yogyakarta, IDN Times - Bakpia menjadi andalan oleh-oleh wisatawan yang singgah di Yogyakarta. Panganan berbentuk bulat dengan isian variatif ini menjadi camilan yang ramah di lidah para pelancong.

Meski toko bakpia telah tersebar di berbagai tempat, kampung Pathuk menjadi pusat pembuatan oleh-oleh khas Yogyakarta tersebut. Di daerah itu terdapat usaha bakpia, termasuk yang berskala kecil seperti milik Suginem.

Baca Juga: Untuk Backpacker, Ini 8 Hostel Jogja  Bertarif di Bawah Rp100 Ribu

1. Bahan utama adalah gandum dan minyak

IDN Times/Nindias Khalika

Siang itu Suginem sedang membuat isian bakpia, bersama salah seorang saudaranya, Pardi. Mereka bercerita bisnis bakpia yang telah ditekuni keluarga Suginem berawal 13 tahun lalu.

Pardi bercerita dirinya sudah lama membuat bakpia bersama Suginem, sehingga bisa membuat walaupun dengan mata tertutup.

" Gini lho cara buatnya, gampang. Walaupun dengan mata tertutup saya bisa buatnya," ujar Pardi sembari memejamkan mata.

Menurut pria berusia 41 tahun itu, sebenarnya bakpia sangat gampang dibuat, dan tidak memerlukan waktu terlalu lama. 

Dia menerangkan bahan utama bakpia hanyalah gandum dan minyak. Keduanya dicampur dengan gula, air, serta mentega. lalu digiling sampai kalis (halus). Jika sudah halus, adonan tersebut lantas dibagi dan dibentuk menyerupai bola-bola besar.

"Harus ditambahkan gandum di atas adonan sebelum isian dimasukkan agar bagian tengah bakpia garing."

2. Isian yang variatif

IDN Times/Nindias Khalika

Bakpia punya Suginem memiliki isian yang bermacam-macam antara lain kacang hijau, kumbu hitam, cokelat, dan keju. Proses pembuatan isian kacang hijau dan kumbu hitam lebih panjang dibandingkan keju serta cokelat.

Pardi menjelaskan bahwa kumbu hitam juga kacang hijau mesti dimasak setelah dihaluskan. Sementara itu, isian keju dan cokelat tak perlu melewati proses tersebut.

3. Bergantung pada langganan

IDN Times/Nindias Khalika

Perempuan berusia 56 tahun itu mengatakan ia memutuskan untuk menjalankan usaha tersebut karena toko kelontongnya bangkrut. Suginem pun mengikuti kursus agar bisa membuat bakpia pada tahun 2006. Setelah mampu membikin camilan itu, dirinya memberanikan diri untuk menerima pesanan.

“Setelah itu laris lama-kelamaan untungnya kelihatan. Terus ada orang jualan rumah terus saya beli. Tadinya saya di kios Pasar Senin. Saya empat tahun jualan bakpia lalu bisa beli rumah yang sekarang jadi toko,” katanya.

Baca Juga: Ini Daftar 10 Universitas Terbaik di Asia, Kampus di Jogja Termasuk?

Perempuan berusia 56 tahun itu  berkisah sewaktu dirinya memulai usaha, bisnis bakpia belum banyak muncul seperti sekarang. Tiap bulan dia mampu mengantongi omzet sebesar Rp50 juta.

Namun saat ini, Suginem hanya bergantung pada langganan yang membeli bakpia pada saat libur atau hari-hari biasa. 

“Dulu pendapatannya bisa lebih dari itu. Saya juga pernah ditawari toko besar untuk menyuplai tapi saya enggak mau. Karena sistemnya kalau sedikit diambil sedikit, kalau mau ambil banyak, ya, diambil banyak. Tidak dibatasi ambil berapa. Kalau begitu nanti langganan saya bisa hilang karena enggak dapat bakpia,” terangnya.

4. Berjualan karena toko kelontong bangkrut

IDN Times/Nindias Khalika

5. Dibantu oleh keluarga

IDN Times/Nindias Khalika

Agar dapat memenuhi order, Suginem juga mengandalkan bantuan saudara, termasuk adik dan sepupunya. Salah satu kerabat yang membantu adalah Tarti. Mulanya ia menolong Suginem karena ia kerepotan sebab mendapat pesanan 200 kotak bakpia. Setelah itu dirinya justru bekerja tetap sebagai pembuat bakpia bersama saudara Suginem yang lain.

Baca Juga: PT KAI Daop 6: Ruang Tunggu Kereta Api Bandara Selesai Bulan Ini

Berita Terkini Lainnya