TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banyak Kendala, Kebijakan Fingerprint Pasien BPJS Kesehatan Dikritik

Kebijakan itu seharusnya dilakukan bertahap

kkomando.com

Yogyakarta, IDN TImes - Kebijakan BPJS Kesehatan yang mewajibkan pasien untuk melakukan fingerprint atau pindai sidik jari sebelum mendapat layanan menuai kritik dari pasien maupun Persatuan Rumah Sakit (PERSI) DI Yogyakarta.

Bulan Mei lalu, kedua pihak tersebut mendatangi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY buat mempersoalkan aturan tersebut. Sebagai upaya tindak lanjut, ORI Pusat lantas mengadakan diskusi kecil antara BPJS Kesehatan, PERSI, warga, dan akademisi pada Kamis (8/8).

"Kami bikin studi kecil supaya nanti menghasilkan review kebijakan buat disampaikan ke pemerintah dan BPJS. Kejadian ini tidak hanya terjadi di Jogja tapi juga Banten dan Jakarta. Jadi tindak lanjutnya sistemik, tidak kasus per kasus," kata Dadan S. Suharmawijaya selaku anggota ORI Pusat.

Baca Juga: Ombudsman Terima Surat Kaleng Dugaan Jual Beli Jabatan Pemkab Bantul

1. Hadir untuk tiga maksud

IDN Times/Nindias Khalika

Dadan menjelaskan aturan pasien harus melakukan fingerprint dilatarbelakangi oleh tiga maksud.

"Pertama, fingerprint dimaksudkan untuk menghindari fraud pelayanan karena ada tindakan yang diklaim ke BPJS tapi tidak dilakukan. Kedua, fraud dari sisi kepesertaan seperti orang yang menggunakan kartu BPJS orang yang sudah meninggal. Ketiga, buat jangka panjang single identity number itu harus terintegrasi semua sehingga bisa paperless. Salah satu pintu masuknya dengan fingerprint," katanya.

2. Menimbulkan persoalan

Pixabay/ar130405

Ia mengatakan ide menggunakan fingerprint pada dasarnya disambut oleh rumah sakit. Tapi, saat ini aturan tersebut menimbulkan persoalan sehingga mereka meminta aturan tersebut diberlakukan secara bertahap, mulai dari sosialisasi dan selanjutnya.

Salah satu poblem yang muncul adalah sistem single identity number yang belum terkoneksi.

"Banyak RS yang akhirnya harus memasukkan sidik jari pasien. Kenapa data itu tidak dilakukan oleh BPJS atau Kemedagri sesuai dengan KTP," ujarnya.

Selain masalah itu, rumah sakit terutama milik pemerintah juga mengeluh soal pemberlakuan aturan yang berbenturan dengan perencanaan anggaran.

"Semua RS mendukung dari sisi ide tapi implementasinya minta ada tahapan yang dilalui. Tidak tiba-tiba per tanggal ini harus begini karena RS pemerintah terikat dengan siklus anggaran. Kalau RS swasta tak ada masalah dari sisi anggaran hanya mereka minta cash flow yang pending karena pembayaran masih ada itu segera diproses," ujarnya.

Baca Juga: Tunggakan Klaim RS Jogja Rp16 Miliar, BPJS: Jumlah Tidak Sebesar itu

Berita Terkini Lainnya