Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Akun Medsos Dibatasi, Kebebasan Berekspresi-Privasi Bisa Terkebiri

ilustrasi media sosial (Unsplash/dole777)
ilustrasi media sosial (Unsplash/dole777)
Intinya sih...
  • Peneliti CfDS UGM menilai pembatasan akun tidak tepat, karena persoalan utama penyebaran hoaks dan konten berbahaya bukan terletak pada jumlah akun yang dimiliki seseorang.
  • Infrastruktur data Indonesia masih rapuh, sehingga risiko verifikasi dan autentikasi data bila aturan satu orang satu akun benar diterapkan sangat tinggi.
  • Model regulasi Eropa disebut lebih independen, dengan standar global seperti Digital Services Act (DSA) dan Digital Markets Act (DMA) dari Uni Eropa bisa menjadi referensi dalam mengatur media sosial.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sleman, IDN Times – Pemerintah tengah mengkaji wacana kebijakan baru terkait pembatasan kepemilikan akun media sosial. Regulasi ini mengarah pada aturan satu orang hanya boleh memiliki satu akun di tiap platform.

Meski masih sebatas kajian, rencana tersebut memicu sorotan publik. Pakar pun menilai kebijakan ini berpotensi mengancam kebebasan berekspresi sekaligus hak privasi pengguna media sosial di Indonesia.

1. Peneliti CfDS UGM nilai pembatasan akun tidak tepat

ilustrasi media sosial (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi media sosial (IDN Times/Aditya Pratama)

Peneliti dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, Bangkit Adhi Wiguna, menilai bahwa persoalan utama penyebaran hoaks, misinformasi, disinformasi, serta konten berbahaya tidak terletak pada jumlah akun yang dimiliki seseorang. Menurutnya, wacana kebijakan ini justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

“Sebagian dari mereka yang memiliki banyak akun media sosial punya tujuan yang penting, sebagai akun berbisnis misalnya,” kata Bangkit, Senin (29/9/2025) dilansir laman resmi UGM.

2. Infrastruktur data Indonesia masih rapuh

ilustrasi hacker (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi hacker (IDN Times/Aditya Pratama)

Bangkit juga menyoroti risiko verifikasi dan autentikasi data bila aturan satu orang satu akun benar diterapkan. Ia menegaskan bahwa kondisi infrastruktur digital di Indonesia belum memadai untuk kebijakan semacam itu. “Tapi lagi-lagi infrastruktur data kita masih sangat rapuh, masih sering kebobolan, dan kemudian juga pengelolaannya masih tidak efektif,” jelasnya.

Meski tujuan pemerintah melindungi pengguna dari konten ilegal dapat dipahami, Bangkit menilai rancangan kebijakan ini keliru sejak awal. “Desain kebijakan yang dipilih itu salah, karena pola pikir dalam memandang masalahnya itu salah terlebih dahulu. Oleh karena itu, tujuan yang baik tadi, justru mengurangi kebebasan berekspresi masyarakat,” ungkapnya.

3. Model regulasi Eropa disebut lebih independen

Ilustrasi regulasi (IDN Times/Fadillah)
Ilustrasi regulasi (IDN Times/Fadillah)

Bangkit bersama tim CfDS kini melakukan kajian lebih dalam mengenai keamanan digital sekaligus upaya menjaga ruang kebebasan berekspresi. “Kami sedang mengkaji peluang implementasi atau adaptasi model ini di Indonesia. Fokus utama kami saat ini adalah DSA karena pembahasannya lebih menekankan pada perlindungan pengguna, sedangkan DMA lebih fokus pada marketplace dan ekonomi digital,” jelasnya.

Menurutnya, standar global seperti Digital Services Act (DSA) dan Digital Markets Act (DMA) dari Uni Eropa bisa menjadi referensi. Meskipun DSA dinilai lebih kompleks, regulasi ini memungkinkan tata kelola media sosial yang relatif independen dari kepentingan politik. “Hal ini membuat regulasi lebih independen dan proporsional,” ungkapnya.

Rencana kebijakan satu orang satu akun media sosial saat ini sedang dikaji oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menyebut langkah ini sebagai ikhtiar menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan produktif. Ia menilai pembatasan akun ganda dapat mencegah penyalahgunaan identitas untuk penyebaran konten negatif maupun praktik penipuan. Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, menambahkan bahwa kajian juga menyertakan opsi verifikasi melalui nomor ponsel dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us

Latest News Jogja

See More

Akun Medsos Dibatasi, Kebebasan Berekspresi-Privasi Bisa Terkebiri

29 Sep 2025, 21:22 WIBNews