Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Mahasiswa UIN Sempat Pesimistis MK Kabulkan Gugatan Presidential

4 Mahasiswa UIN Jadikan Putusan MK 90 Gugat Presidential Threshold. (IDNTimes/Tunggul Damarjai)
Intinya sih...
  • Mahasiswa UIN Suka Yogyakarta menggugat syarat ambang batas pencalonan presiden di MK
  • Enika dan rekan-rekannya awalnya pesimistis gugatan mereka akan dikabulkan oleh MK
  • Meski pesimis, mereka yakin kedudukan hukum mereka sebagai pemohon uji materi UU Pemilu tak akan dipersoalkan

Sleman, IDN Times - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta pengguggat syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold di Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku sempat diliputi rasa ketidakpercayaan diri.

Keempatnya awalnya tak yakin gugatan mereka akan dikabulkan oleh MK. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang menggugat ke MK itu yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

1. Sempat rendah diri karena nilai permohonan jelek

4 Mahasiswa UIN Jadikan Putusan MK 90 Gugat Presidential Threshold. (IDNTimes/Tunggul Damarjai)

Enika Maya Oktavia, salah satu mahasiswa secara terang-terangan mengatakan ia dan ketiga rekannya pesimistis hakim MK bakal mengabulkan gugatan mereka atas Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Optimis atau tidak, jawab jujur tidak optimis," kata Enika di Kampus UIN, Sleman, DIY, Jumat (3/1/2025).

Musababnya, Enika dan rekan-rekannya beranggapan permohonan yang mereka susun kurang layak. "Ketika kami baca permohonan kami, kok jelek ya," ujarnya miris.

Apalagi, kata Enika, teman-teman dari kalangan Komunitas Pemerhati Konstitusi, atau organisasi resmi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, ternyata lebih banyak yang memperkirakan permohonan tersebut tidak akan diterima.

 

2. Dikuliti saat sidang pendahuluan

4 Mahasiswa UIN Jadikan Putusan MK 90 Gugat Presidential Threshold. (IDNTimes/Tunggul Damarjai)

Enika melanjutkan, ia dan rekan-rekan lalu merasakan sendiri bagaimana rasanya melakoni persidangan yang sesungguhnya.

Pengalaman yang mereka rasakan ternyata sangat berbeda dengan praktik peradilan semu di kampus. "Kemudian kami masuk ke sidang pendahuluan, nah itu semua dikuliti oleh Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi. Lalu kami merasa, wah ini chance untuk ke persidangan pokok permohonan saja sepertinya sangat kecil," ujarnya.

Keyakinan Enika makin ciut melihat kemungkinan bahwa syarat ambang batas pencalonan presiden ini bakalan sangat mempengaruhi peta politik di Indonesia.

Dia juga tak menutup mata soal 32 perkara serupa yang sebelumnya kandas saat diajukan ke MK.

"Jadi, kami pribadi tidak ada chance karena ini akan mengubah peta perpolitikan di Indonesia itu sendiri," tuturnya. "Tapi hamdallah, alhamdulillah kemudian lanjut," kata Enika.

 

3. Yakin legal standing diterima

4 Mahasiswa UIN Jadikan Putusan MK 90 Gugat Presidential Threshold. (IDNTimes/Tunggul Damarjai)

Terlepas dari pesimisme itu, Enika dkk masih sangat yakin kedudukan hukum atau legal standing mereka sebagai pemohon uji materi UU Pemilu tak akan dipersoalkan.

Enika mengatakan, dari 32 gugatan soal syarat ambang batas pencalonan presiden yang pernah diputus MK, ada banyak yang gugur lantaran pemohon dinilai tak punya kedudukan hukum atau legal standing.

Pada perkara-perkara sebelumnya, MK konsisten menyikapi uji materi Pasal 222 UU 7/2017. Para hakim kukuh menyatakan jika parpol atau gabungan parpol adalah pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas. Sementara pemohon perseorangan atau warga negara yang mempunyai hak memilih tidak bisa melakukannya.

Sampai kemudian, kata Enika, muncul gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa dari Solo.

Seperti diketahui, dalam perkara tersebut MK yang pada saat itu diketuai Anwar Usman mengabulkan sebagian permohonan Almas dalam uji UU Pemilu menjadi capres/cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Putusan tersebut jadi lampu hijau buat Gibran Rakabuming Raka yang saat itu baru berumur 36 tahun dan masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, untuk berkontestasi di Pilpres 2024.

Enika dan rekan-rekan melihat sikap MK pada kedudukan hukum pemohon dalam uji materi perkara yang diajukan oleh Almas, jadi pembuka jalan untuk menggugat presidential threshold.

"(Perkara sebelumnya) ketika pemilih seperti kita ingin mengajukan judicial review Undang-Undang Pemilu itu tidak bisa. Kita tidak punya legal standing ke MK. Tapi, kemudian muncul Putusan 90, putusan Almas yang menyatakan bahwa pemilih itu juga bisa punya legal standing," papar Enika.

Setelahnya, permohonan uji materi disusun. Dalam argumennya, Enika dkk menyatakan masyarakat atau pemilih selama ini dianggap sebagai objek, bukan subjek pelaksanaan demokrasi.

"Maka dari itu kami mencoba mengajukan dan kami berargumentasi di legal standing kami bahwa kami ini subjek demokrasi, bukan objek demokrasi. Maka legal standing kami seharusnya diterima," tegas dia.

"32 putusan (perkara sebelumnya) itu bukan angka yang kecil. Sekali lagi untuk legal standingnya kami tekankan bahwa pemilih itu bukanlah objek demokrasi, melainkan subjek demokrasi. Sehingga, ketika kita melakukan judicial review di MK, legal standing kita seharusnya tidak dipertanyakan," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us