TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sriekandi Patra Tularkan Semangat Berdaya kepada Difabel lewat Batik

Keberdayaan difabel membangun kemandirian dan keberanian

Aktivitas membatik anggota Sriekandi Patra di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Selasa (18/10/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).  

Boyolali, IDN Times – Sebuah bangunan nampak berdiri tidak jauh dari sungai dan lahan kosong di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Bangunan dengan atap mirip joglo tersebut di bagian depan nampak didominasi kaca. Sebuah logo seorang perempuan memanah dengan warna biru dan tulisan Workshop Sriekandi Patra dan tulisan Pertamina di bawahnya menjadi penanda nama tempat ini.

Di bagian dalam bangunan ini cukup longgar. Sejumlah foto terpajang di dinding, sederet pejabat pernah mengunjungi tempat ini. Dua kursi roda juga terlihat. Di salah satu sudut tempat tersebut terlihat enam orang sibuk memegang canting, dan ada yang memegang kuas. Mereka membatik pada lembaran kain berwarna putih.

Meski beberapa orang nampak tidak erat dalam memegang alat batik, namun mereka tetap penuh semangat dan telaten. Mereka memang difabel, tetapi semangat mereka tidak terbatas. Dengan tangan-tangan mereka tercipta lembaran kain batik yang indah. Tidak hanya dituangkan dalam selembar kain batik, karya-karya batik juga dituangkan dalam bentuk pakaian yang sudah siap pakai, pouch, tote bag, sarung bantal, sandal slip, hingga masker. Karya-karya mereka terpajang di ruang depan tempat tersebut.

Dari orang yang tidak pernah keluar rumah

Aktivitas membatik anggota Sriekandi Patra di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Selasa (18/10/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).  

Dirintis pada tahun 2018, lahirnya Sriekandi Patra tidak lepas dari semangat Yuni Lestari (33). Perempuan difabel ini awalnya tidak pernah keluar dari rumah. Adanya tawaran dari PT Pertamina Patra Niaga untuk belajar, mendorong dirinya untuk keluar melihat dunia lebih luas. Saat itu ia mendapat tawaran untuk belajar membatik di Pusat Rehabilitasi Yakkum pada tahun 2017. Ia menjalani pelatihan selama tiga bulan.

Saat ingin mulai belajar membatik, ia sempat menghadapi dilema. Orang tuanya khawatir jika terjadi sesuatu, karena sebelumnya Yuni tidak pernah berpisah dengan mereka. Namun, dengan semangat dan komitmennya, ia bisa membuktikan bahwa ia mampu.

“Dibilang ibu disuruh di rumah saja awalnya, khawatir gak ada yang ngurusin. Ibu nangis juga, karena gak pernah pisah, sekali pisah sekolah itu (belajar di Yakkum). Ingin membuktikan diri bisa,” cerita Yuni, pada 18 Oktober 2022.

Yuni mengaku, belajar membatik bukan pekerjaan yang mudah. Namun, dengan tekad dan termotivasi keinginannya belajar, ia mampu membuktikan dirinya mampu. Ia juga sempat bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak pada pembuatan batik. Namun, Yuni akhirnya memilih untuk ikut berkontribusi di Sriekandi Patra.

Perempuan yang gemar membuat motif bunga itu, mengaku saat memutuskan keluar dari perusahaan yang lama, ingin mengajari rekan-rekan yang lain. Setelah mendapat bantuan pelatihan dan terapi dari PT Pertamina Patra Niaga, ia pun bisa bergerak lebih luwes lagi. Ia mengajari rekan-rekannya yang sesama difabel di desanya untuk membatik. Hal itu menjadi kebahagiaan sendiri juga baginya.

Belajar, berproses dan kebahagiaan

Aktivitas membatik anggota Sriekandi Patra di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Selasa (18/10/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).  

Semangat Yuni ditularkan ke rekan-rekannya. Salah satunya Dermawan Fadli Abdul Syukur, pemuda berusia 18 tahun. Meski kondisi tangannya tidak normal seperti orang pada umumnya, ia nampak bersemangat membatik. Berbeda dengan teman lainnya, ia membatik menggunakan sebuah kuas.

Wawan sapaan akrab pemuda itu. Ia bercerita, dulu awalnya diminta belajar membatik menggunakan canting. Namun, saat menggunakan canting itu tangannya gemetaran. “Nyoba itu gemeteran, keringat dingin, kayak mau pingsan gitu. Terus habis itu dikasih opsi sama ibu-ibu gimana kalau nyoba pakai kuas,” cerita Wawan dengan penuh semangat.

Setelah mencoba menggunakan kuas, ia mengaku merasa lebih nyaman. Pegangan kuas yang lebih panjang dan tidak panas seperti canting, dirasanya lebih enak. Proses belajar membatik pun ia mulai. Ia mulai belajar membuat garis, hingga membentuk pola tertentu. Dari motif yang sederhana dan besar, ia ditantang untuk membuat pola yang lebih kecil dan lebih rumit.

“Akhirnya bisa juga, banyak variasi. Belajar kurang lebih 3–4 bulan. Kalau satu bulan dulu pas lagi on fire bisa bikin 10, itu pas on fire, itu heran juga masalahnya 3–4 hari kelar itu satu kain, lagi semangatnya,” cerita Wawan.

Wawan menyebut sebenarnya tidak memiliki pengetahuan dasar tentang seni. Saat bersekolah dulu, bahkan ia tidak menyukai pelajaran kesenian. Namun, kini ia justru berkecimpung pada batik yang erat dengan kesenian.

“Sekarang nyemplung ke dunia seni, dan sekarang jadi suka sama seni. Apalagi kata orang itu motifnya unik, terus abstrak. Jarang motif batik, kok, unik. Orang-orang bilang gitu,” ujarnya.

Kini Wawan merasa senang dapat menghasilkan sebuah karya dan mendapat apresiasi. Ia bercerita pengalamannya, karena membatik, diajak ke berbagai kota.

“Pernah ikut pameran di Solo, ke Semarang. Pengalaman paling berkesan selama bergabung di sini itu pas diajakin ke Jakarta tahun 2018 bulan Desember, karena waktu itu pertama kali naik pesawat, terus pertama kali juga tidur di hotel, pertama kali juga masuk mal dan bisa lihat Monas secara langsung,” kenangnya.

Baca Juga: Kisah Lili, Difabel yang Produktif lewat Live Streaming

Motivasi untuk konsisten berkarya

Pengunjung melihat karya batik dari anggota Sriekandi Patra di Dukuh Penjalinan, Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Selasa (18/10/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).  

Koordinator Sriekandi Patra, Siti Fatimah, menyebut di Sriekandi Patra ada enam difabel yang ikut bergabung. Mereka berkreasi di Sriekandi Patra. Ketelatenan menjadi hal yang harus dipegang para pengelola. Untuk hasil memang saat ini terus didorong agar merambah pasar yang lebih luas. Jaringan penjualan di marketplace juga dimanfaatkan. “Kami mencoba terus memotivasi pastinya,” ujar Siti.

Siti menyebut lahirnya Sriekandi Patra sebagai tempat pemberdayaan difabel mendapat dukungan penuh dari PT Pertamina. “Mulai dari ilmu, pendampingan. Kemudian bangunan ini, serta sarana prasarana dari Pertamina. Pemasaran juga dibantu dari Pertamina,” kata Siti.

Batik dari Sriekandi Patra juga pernah mendapat pesanan dari event internasional G20. “Kerja sama dari Pertamina juga itu, untuk acara G20. Untuk tamu-tamu itu, ada 300-an pcs berbentuk pouch,” ucap Siti.

Baca Juga: KPMR Bantu Pelaku Usaha Mikro Lepas dari Rentenir

Berita Terkini Lainnya