TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Nelayan Bantul Berpacu dengan Alam, Susah Payah Cari Cuan    

Musim paceklik, nelayan jadi buruh

Nelayan di Pantai Sadeng, Kabupaten Gunungkidul.(IDN Times/Daruwaskita)

Bantul, IDN Times - ‎Sejumlah nelayan Bantul lebih memilih mencari ikan di laut yang berada di Kabupaten Gunungkidul. Hasil yang lebih menjanjikan menjadi alasan nelayan melaut di Gunungkidul dibandingkan pantai di Bantul atau Kulon Progo. 

Nelayan Bantul dan Kulon Progo mengaku nasibnya hampir sama yakni tidak bisa melaut sepanjang tahun. Mereka paling lama turun melaut selama enam bulan, sedangkan sisanya menganggur. Hal ini tergantung dari cuaca dan keadaan laut. Agar dapur mengepul, terpaksa mencari pekerjaan lain seperti berdagang bahkan menjadi buruh bangunan.‎

Kondisi yang kurang menjanjikan menjadi nelayan di pantai selatan Bantul ini mendorong nelayan dari Bumi Projotamansari ini mengadu hidup menjadi nelayan di Kabupaten Gunungkidul khususnya di Pantai Sadeng. Di tempat itu tersedia dermaga untuk tambat perahu tempel atau jukung hingga perahu dengan bobot di atas 30 gross ton.

"Hasil tangkapan ikan di pantai selatan Bantul khususnya Pantai Samas tidak menjanjikan. Banyak nomboknya dari pada untungnya, hingga menyebabkan enggan turun melaut," kata ‎Mugari salah satu nelayan dari Bantul yang memilih menjadi nelayan di Pantai Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Sabtu (1/4/2023).

1. Alasan memilih melaut dari Dermaga Pantai Sadeng Gunungkidul‎

Salah satu nelayan Pantai Samas, Mugari.IDN Times/Daruwaskita

Mugari mengaku pada musim ikan di akhir tahun 2022 hingga awal tahun 2023, aktivitas turun melaut di Pantai Samas dapat dihitung dengan jari. Kondisi itu membuatnya memilih untuk menjadi nelayan di Pantai Sadeng. Apalagi banyak teman-temannya yang kini menetap menjadi nelayan di Pantai Sadeng. Pendapatan lebih menjanjikan menjadi satu-satunya alasan.

"Kalau ada badai yang sangat besar, kita masih bisa turun melaut untuk mancing ikan di tengah laut semalaman," ujarnya.

Kondisi itu, kata Mugari, berbeda dengan nelayan di Pantai Bantul dan Kulon Progo yang turun melaut saat pagi hari dan baru naik ke daratan di siang hari. Sebagian besar nelayan di Pantai Sadeng turun melaut dengan perahu tempel justru saat sore hari dan kembali lagi ke Dermaga Pantai Sadeng di pagi hari.

"Kita tidak menjaring ikan di tengah laut, namun memancing ikan sehingga ikan yang kita buru hasilnya berbeda dengan ikan yang diburu dengan cara menabur jaring," ungkapnya.

Baca Juga: Ikan Tak Lagi Diharapkan, Nelayan Bantul Nyambi Jadi Petani dan Dagang

2. Meski jalankan perahu orang lain, penghasilan lebih menjanjikan‎

Nelayan di Pantai Sadeng, Kabupaten Gunungkidul.(IDN Times/Daruwaskita)

Diakuinya meski hanya menjalankan perahu dan alat tangkap milik orang lain yang ada di Pantai Sadeng, Mugari mengaku dari penghasilan lebih menjanjikan dibandingkan menjadi nelayan di Pantai Bantul atau Pantai Kulon Progo.

"Meski kita hanya menjalankan perahu milik juragan, penghasilannya jauh lebih baik bahkan jika diakumulasikan pendapatan dari melaut bisa untuk biaya hidup satu tahun bersama keluarga," ungkapnya.

"Ya memang secara infrastruktur dan kondisi alam di Gunungkidul lebih bersahabat dengan nelayan sehingga menjadi nelayan di Gunungkidul memang lebih menjanjikan," ujarnya.

Mugari menjelaskan banyak nelayan lebih memilih merantau ke Pantai Sadeng, bahkan banyak nelayan dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur ikut bergabung. Apalagi nelayan yang menjadi awak buah kapal di atas 30 gross ton rata-rata berasal dari luar DIY.

"Mereka bisa bertahan satu hingga dua minggu di laut untuk berburu ikan dan hasilnya cukup menjanjikan," kata warga Padukuhan Sogesanden, Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul itu.

Baca Juga: Buka Puasa Seafood di Pantai Depok‎ Bantul, Ini Harga Menunya!

Berita Terkini Lainnya