Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Uniknya Tradisi Merayah Buku di Pasar Sastra 2025 Kota Yogyakarta

Pasar Sastra 2025 di Kota Jogja. (dok. Pemkot Yogyakarta)
Pasar Sastra 2025 di Kota Jogja. (dok. Pemkot Yogyakarta)
Intinya sih...
  • Pasar Sastra 2025 Yogyakarta adalah ajang temu dan kolaborasi bagi pecinta sastra, penulis, penerbit, dan masyarakat umum dengan lebih dari 110.000 judul buku dipamerkan.
  • Tradisi merayah gunungan buku menjadi simbol perayaan budaya dan refleksi kecintaan warga terhadap literasi serta memperkuat nilai-nilai kolaboratif di kalangan masyarakat dan komunitas sastra lokal.
  • Pengunjung dapat mengikuti diskusi harian, menjelajahi pameran komunitas, dan mendengarkan kisah inspiratif dari pengunjung lain yang berhasil membawa pulang banyak buku untuk digunakan dalam program literasi.

Suasana Taman Budaya Embung Giwangan, Yogyakarta, mendadak semarak pada Rabu (30/7/2025). Ribuan pengunjung memadati lokasi demi ikut serta dalam pembukaan Pasar Sastra 2025, sebuah ajang tahunan yang menjadi tempat berkumpulnya para pegiat sastra dan pencinta literasi.

Momen paling dinanti, yaitu tradisi merayah gunungan buku, jadi simbol pembuka kegiatan yang berlangsung hingga 4 Agustus 2025. Antusiasme luar biasa dari masyarakat menunjukkan bahwa literasi masih punya ruang besar di hati warga Yogyakarta.

1. Ajang literasi yang lebih dari sekadar pasar buku

ilustrasi pasar buku (Unsplash/Luna Wang)
ilustrasi pasar buku (Unsplash/Luna Wang)

Pasar Sastra bukan hanya tempat jual beli buku, tapi juga menjadi ajang temu dan kolaborasi. Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti menyampaikan bahwa acara ini menyatukan banyak elemen dalam ekosistem sastra.

“Pasar Sastra bukan sekadar ajang jual beli buku, tapi juga ruang temu bagi pencinta sastra, penulis, penerbit, dan masyarakat umum. Melalui semangat rampak, kami ingin menguatkan kolaborasi dalam ekosistem sastra di Jogja,” ujarnya dilansir laman Pemkot Yogyakarta.

Tahun ini, lebih dari 110.000 judul buku dipamerkan, sebagian besar bertema sastra dan humaniora. Kehadirannya memikat pengunjung dari berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum.

2. 'Merayah' buku, tradisi unik yang dinanti banyak orang

ilustrasi merayah (dok. Pemkot Yogyakarta)
ilustrasi merayah (dok. Pemkot Yogyakarta)

Tradisi merayah gunungan buku menjadi ikon tersendiri. Ribuan buku disusun menyerupai gunungan grebeg, kemudian dibagikan gratis kepada pengunjung. Ini tak hanya menjadi perayaan budaya, tapi juga refleksi kecintaan warga terhadap bacaan.

“Pasar Sastra juga merupakan bagian dari Festival Sastra Yogyakarta (FSY) yang tahun ini mengangkat tema 'Rampak', sebuah konsep yang mengandung makna kerja kolaboratif dan kebersamaan dalam keberagaman peran serta latar belakang," ujar Yetti.

Kemeriahan merayah buku ini mencerminkan semangat kebersamaan dalam membangun budaya literasi, sekaligus memperkuat nilai-nilai kolaboratif di kalangan masyarakat dan komunitas sastra lokal.

3. Panggung diskusi, pameran komunitas, dan kisah dari pengunjung

Pasar Sastra 2025 di Kota Jogja. (dok. Pemkot Yogyakarta)
Pasar Sastra 2025 di Kota Jogja. (dok. Pemkot Yogyakarta)

Selain pasar buku, pengunjung juga dapat mengikuti diskusi-diskusi harian dan menjelajahi pameran komunitas yang memperlihatkan potensi literasi di Jogja. Beragam pelapak, ilustrator, dan penggerak literasi turut terlibat memperkaya ruang interaksi.

"Inilah ruang pertemuan dan pertumbuhan bukan hanya bagi penulis dan pembaca, tetapi juga bagi ilustrator, media, pelapak buku, dan penggerak literasi lainnya," jelas Yetti.

Salah satu pengunjung, Hilma, mahasiswi UNY, merasakan langsung dampak acara ini. Ia berhasil membawa pulang tujuh buku dan berencana menggunakannya dalam program literasi saat KKN. “Rencananya buku-buku ini akan saya gunakan sebagai bagian dari kegiatan literasi di lokasi KKN nanti. Mungkin kami akan buat pojok baca atau kelas kecil untuk anak-anak di sana,” ungkapnya.

Pasar Sastra bukan sekadar agenda tahunan, tapi juga medium untuk memperkuat jejaring literasi dan menggugah kesadaran budaya baca di kalangan generasi muda. Hilma pun berharap kegiatan seperti ini bisa terus digelar dan menjangkau lebih banyak masyarakat.

Atmosfer literasi yang hidup di Jogja menegaskan bahwa kota ini bukan hanya pusat budaya, tapi juga pusat gerakan membaca yang berkelanjutan. Pasar Sastra 2025 pun menjadi bukti nyata, bahwa buku masih punya tempat istimewa dalam denyut kehidupan warganya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us