Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Gejog Lesung, Kesenian Tradisional di Bukit Becici Bantul

ilustrasi tradisi gejog lesung di puncak Becici (commons.wikimedia.org/Arya mustofa)
Intinya sih...
  • Gejog lesung, seni tradisional Yogyakarta menggunakan lesung dan alu sebagai alat musik perkusi.
  • Kesenian ini berkembang pesat di daerah Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman.
  • Awalnya dimanfaatkan untuk menumbuk padi, kini dimainkan dalam berbagai tradisi masyarakat dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Selain menawarkan wisata alam yang memesona, Yogyakarta juga kaya akan tradisi dan kesenian yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya adalah gejog lesung, seni tradisional yang menggunakan alat penumbuk padi yang disebut lesung dan alu sebagai alat musik perkusinya. Kesenian ini berkembang pesat di daerah yang mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun, seperti Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman.

Untuk kamu yang ingin melihat langsung kesenian ini, bisa mengunjungi Puncak Becici. Perjalanan ke sana mengajakmu menyusuri hutan pinus yang sejuk, hanya sekitar 30 km dari pusat kota Yogyakarta. Namun, perlu diingat, pementasan gejog lesung hanya ada di hari Sabtu dan Minggu, jadi pastikan datang di waktu yang tepat untuk menikmati keindahan kota dari atas bukit sambil menyaksikan tradisi asli Jogja yang sedang dicari banyak orang!

1. Sejarah dan asal-usul Gejog Lesung

ilustrasi kesenian gejog (commons.wikimedia.org/Krikilan Sangir)

Dalam bahasa Jawa gejog artinya memukul, sedangkan lesung merupakan alat pertanian berupa wadah yang diperuntukkan untuk menumbuk padi. Lesung itu sendiri terbuat dari kayu gelondong besar yang padat, kemudian dipahat sedemikian rupa hingga memperlihatkan ceruk rongga seperti bentuk perahu. Pelengkap dari lesung adalah alu atau antan yang berfungsi sebagai alat penumbuk padi. Alu sama seperti lesung yang dibuat dari kayu panjang dengan ukuran diameter seukuran genggaman tangan orang dewasa. 

Awalnya gejog lesung dimanfaatkan sebagai alt untuk menumbuk padi hasil panen. Sebab zaman dulu belum ada pabrik untuk memproses padi jadi beras yang siap masak. Namun, semakin lama budaya ini berkembang jadilah sebagai kesenian tradisional khas Yogyakarta. 

Kesenian mengenai gejog lesung Yogyakarta sudah dikenal turun-temurun selama ratusan tahun terutama di daerah agraris. Namun, seiring perkembangan zaman dan pemikiran masyarakat yang berubah gejog lesung juga dimainkan sebagai musik pengiring dalam berbagai tradisi masyarakat seperti ruwatan dan saparan. Salah satunya sebagai pengiring dalam tradisi Saparan Bekakak di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Tradisi tersebut adalah upacara untuk menghormati kesetiaan Ki dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengkubuwana I.

2. Mitos tentang Gejog Lesung

ilustrasi tradisi gejog lesung di puncak Becici (commons.wikimedia.org/Arya mustofa)

Dalam masyarakat Yogyakarta setidaknya ada dua legenda yang membahas mengenai mitos permainan gejog lesung. Mitos pertama adalah berhubungan dengan Candi Sewu dan Candi Prambanan. Mitos ini menceritakan penolakan lamaran Bandung Bondowoso.

Roro Jonggrang mengajukan permintaan untuk membangun seribu candi dalam waktu satu malam. Kesaktian Bandung Bondowoso dan bantuan para jin hampir berhasil menyelesaikan seribu candi, namun gagal karena suasana fajar tampak terlihat benderang dan disertai kokok ayam bersahut-sahutan. Namun, yang sebenarnya itu adalah muslihat Roro Jonggrang yang meminta bantuan para petani membakar jerami serta memainkan gejog lesung yang menimbulkan suara lesung bertalu-talu.

Mitos kedua berkaitan dengan bentuk ucapan syukur kepada Dewi Sri atau Dewi Padi atas melimpahnya panen padi yang saat itu terancam punah. Pemakaian pada awalnya sebagai alat untuk memisahkan padi dari batangnya hingga jadi beras yang bisa dikonsumsi. Maka dari itu, masyarakat mulai memainkan gejog lesung untuk menghormati atas keberkahan dari dewi tersebut.

Masyarakat pada zaman dulu memainkan gejog lesung untuk melepas lelah sambil bergembira di malam hari kumpul bersama para tetangga. Tabuhan lesung di malam padang bulan juga turut dimainkan anak-anak sebagai hiburan, serta mengiringi berbagai macam permainan di luar rumah.

3. Cara memainkan Gejog Lesung

ilustrasi memainkan gejog lesung (commons.wikimedia.org/Arya mustofa)

Untuk memainkan gejog lesung kita membutuhkan minimal sekitar 7 orang. Penambahan pemain didasarkan pada seberapa besar lesung yang digunakan. Antara satu orang dengan pemain lain akan saling bergantian untuk memukuli lesung dengan alu. Mulai bagian atas, samping, tengah, atau tepat pada bagian cekungan. Dari pukulan tersebut akan menghasilkan irama dan suara thok thek thok thek bersahut-sahutan yang unik sekaligus indah.

Permainan dilakuan sambil menyanyikan lagu atau dalam bahasa Jawa adalah tembang Jawa sambil menari. Salah satu temabng Jawa yang dinyanyikan adalah Wulung Kelalang, Caping Gunung, Emprit Neba, dan Ayam Ngelik.

Permainan gejog lesung saat hanya semata-mata dilakukansebagai kegiatan berkesenian untuk hiburan. Hingga pada tahun 2018 gejog lesung Yogyakarta telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Bagaimana, apakah kamu tertark untuk melihat kesenian unik satu ini?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Qoniah Musallamah
EditorQoniah Musallamah
Follow Us