Warga Keluhkan Cuaca Panas di Jogja hingga 32 °C, Ini Penjelasan BMKG

- Cuaca panas di Jogja disebabkan oleh siklon tropis ragasa
- Musim hujan diprakirakan mulai Oktober, puncaknya terjadi pada Januari-Februari 2026
- BMKG ingatkan hujan di atas normal akan terjadi di awal tahun 2026 karena peningkatan suhu permukaan laut di perairan selatan Jawa
Gunungkidul, IDN Times -Warga di Jogja mengeluhkan cuaca panas yang terjadi beberapa hari belakangan. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, suhu udara di Jogja hari ini, Selasa (22/9/2025) hingga Minggu (28/9/2025), mencapai 32 derajat saat siang hari hingga pukul 14.00 WIB.
1. Adanya siklon tropis

Kepala Stasiun Meteorologi, BMKG Yogyakarta, Warjono mengatakan, cuaca panas beberapa hari terakhir yang dirasakan warga Joga disebabkan adanya siklon tropis ragasa.
"Beberapa hari terakhir akan cerah artinya panas terus, karena adanya siklon tropis di utara namanya ragasa. Sekarang berada di Taiwan setelah masuk Hongkong punah, tentunya akan hujan lagi," katanya
Saat ini menurut BMKG, potensi siklon lainnya berada di sekitar Jepang. "Setelah tropical cyclone mati, di sini akan kembali hujan, hujan deras. Beberapa hari ini cerah, dan beberapa hari kemudian hujan deras ada potensi hujan ekstrem," ujar Warjono di Gunungkidul, Senin (21/9/2025).
2. Musim hujan diprakirakan mulai Oktober

Sementara musim hujan baru mulai di Jogja bakal berlangsung pada dasarian ketiga Oktober 2025. Namun untuk Kabupaten Kulon Progo, hujan lebat diprakirakan terjadi pada dasarian pertama Oktober 2025.
"Puncaknya musim penghujan di DIY terjadi pada bulan Januari hingga Februari 2026," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
3. BMKG ingatkan hujan di atas normal akan terjadi di awal tahun 2026

Menurut Dwikorita, pada musim penghujan tahun 2025 dan 2026 bakal cenderung lebih basah, artinya curah hujan akan terjadi lebih dari biasanya atau sifatnya di atas normal.
"Beberapa hari cenderung panas, tapi ini kalau hujan, hujannya lebih dari pada biasanya," terangnya.
Hujan yang sifatnya di atas normal menurut Dwikorita, bukan disebabkan La Nina, tetapi adanya peningkatan suhu permukaan laut di perairan selatan Jawa yang lebih hangat. Hal ini memicu penguapan yang cukup besar.
"Sehingga pertumbuhan awan hujan masih sering terjadi bisa memicu terjadinya hujan ekstrem. (Untuk antisipasi) BMKG sudah rutin berkoordinasi dengan pemerintah, BPBD, hingga sektor pariwisata, untuk mengantisipasi hal tidak diinginkan," pungkasnya.