Eks Panglima NII Ungkap Paparan Radikalisme pada Artis dan Atlet

Diiming-imingi masuk surga dengan cara mudah

Yogyakarta, IDN Times – Puluhan orang yang terdiri dari kalangan artis dan atlet disebut masuk dalam kelompok radikal. Beberapa di antaranya sudah dan tengah menjalani program deradikalisasi.

Hal itu diungkap Mantan Panglima Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (16/8).

1. Iming-iming surga

Eks Panglima NII Ungkap Paparan Radikalisme pada Artis dan AtletIDN Times/Tunggul Kumoro

Ken mengatakan, lebih kurang ada 15 artis dan 15 atlet yang masuk ke organisasi radikal karena kepincut iming-iming masuk surga. Namun, dengan cara yang instan.

"Mereka diajarkan untuk mencapai surga dengan cara yang instan apalagi tidak menggunakan hal ribet," kata pendiri NII Crisis Center ini.

Para artis yang menurutnya masuk ke dalam kelompok radikal itu, antara lain berinisial AS dan DS. Lalu, dari keluarga kalangan seleb juga ada.

Konsep simpel dan tidak ribet dalam meraih surga, lanjut Ken, yakni tak wajib salat ritual. Mirip yang diterapkan di NII Komandemen Wilayah IX.

Para perekrut memperdaya mangsanya yang lemah pemahaman agamanya ini dengan mengatakan Indonesia belum jadi negara Islam. Lalu, kewajiban itu dialihkan ke kegiatan pendanaan. Begitulah, para artis yang terjangkit ideologi radikalisme aktif dalam kelompoknya, jadi tidak secara keorganisasian.

"Jadi salat mereka cari duit, cari orang untuk program negara. Dzikirnya pun mengingat negara bukan mengingat Allah," sambung dia.

Baca Juga: Densus 88 Tangkap Terduga Teroris saat Kondangan di Solo

2. Atlet berprestasi juga kena

Eks Panglima NII Ungkap Paparan Radikalisme pada Artis dan AtletDok. IDN Times/IStimewa

Lanjut ke kalangan atlet, kata Ken, saat ini pihaknya tengah mengupayakan program deradikalisasi terhadap belasan olahragawan yang terkait kelompok radikal.

Para atlet ini adalah mereka-mereka yang berprestasi dan bakal berlaga di PON 2020. "Positif masuk kelompok radikal anti Pancasila," katanya. 

Sejauh ini, belasan atlet itu bersikap kooperatif saat ditanganinya. Akan tetapi, Ken belum yakin mutlak mereka akan kembali ke jalur Pancasila.

Menurutnya, masih butuh diberondong materi dan dialog kenegaraan lainnya agar mereka bisa benar-benar terderadikalisasi. Padahal, lanjutnya, para atlet ini saat di asrama tiap harinya juga ikut melakukan giat hormat bendera Merah Putih maupun mengumandangkan Lagu Indonesia Raya. Tapi, ditegaskan Ken lagi, itu bukan jaminan.

Dalam benak mereka, pikiran bahwa Pancasila itu thoghut atau berhala bisa saja masih bersisa. "Ini yang kadang susah dihilangkan, bahwa Pancasila itu bukan pengganti Alquran. Pancasila itu seperti Piagam Madinah. Pancasila sebuah kesepakatan bersama," terangnya. 

Ideologi radikalisme yang senyap macam ini, kata Ken, sudah ada sejak lama. Ia memakai dirinya sebagai contoh. Ken muda adalah seorang atlet pencak silat asli Jateng sebelum merapat ke NII 2002-2003 silam.

Waktu dibawa ke Jakarta, Ken mengaku menyaksikan rekan sesama atlet yang tetap menyempatkan diri membaca Kitab Suci Alquran di tengah sibuknya waktu. Merasa kagum, dia pun mendekati kawannya itu.

Akan tetapi, Ken tertipu. Karena, yang rekannya bahas kala itu bukan agama. "Tapi, mereka membahas persoalan-persoalan negara," sebutnya.

3. Hijrah salah arah

Eks Panglima NII Ungkap Paparan Radikalisme pada Artis dan AtletIDN Times/Sukma Shakti

Selain dari kalangan selebriti dan olahragawan, satu lagi kelompok masyarakat yang paling sering disebut cukup banyak terjangkit ideologi radikal adalah pelajar, utamanya mahasiswa.

Tak pandang bulu, anak rektor kampus tentara pun jadi korban dan kini jadi pasien Ken. Padahal, ada juga yang memiliki latar belakang keluarga kepolisian, tapi tetap saja bisa terpapar radikalisme ketika salah berinteraksi.

"Ketika di kampus di sekolah mereka berinteraksi dengan siapa saja. Berdialog dia kalah argumentasi, otomatis mengikuti argumentasi yang menang," ucapnya. 

Dia yang kalah argumentasi itu malah semacam mendapat hidayah. Lantaran, argumen yang ia dengar dan resapi ini belum pernah diterimanya melalui pendidikan formal.

Seiring dengan itu, perlahan mereka menjalani proses yang diklaim sebagai hijrah. Namun, bukan konsep hijrah semestinya, melainkan hijrah versi para penganut paham radikal.

Diakui Ken, hijrah kini jadi tren. Masalahnya, beberapa tak bisa membedakan antara yang benar dan salah. "Yang diajarkan kelompok radikal ini dan versi kita sebenarnya berbeda. Ada pola tadi peninggalan kewarganegaraan, ada penerimaan kewarganegaraan. Ini yang seharusnya dikaji lebih dalam," tandasnya. 

Baca Juga: Kerap Dikaitkan dengan Aksi Teroris, Apa Sih Makna dari Radikalisme? 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya