Warga Kampung Miliarder Kini Susah, Pakar UGM: Efek Gegar Budaya

Jangan sampai terjadi di daerah lain

Sleman, IDN Times - Sejumlah warga di Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban, Jawa Timur, sebelumnya menjadi miliarder usai mendapatkan ganti rugi pembebasan tanah untuk pembangunan kilang minyak PT Pertamina. Namun, kini mereka mengaku susah makan dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Bahkan, ada yang terpaksa menjual sapi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna turut angkat suara terkait fenomena tersebut. Ia mengatakan jika munculnya warga miliarder yang tiba-tiba jatuh miskin menunjukkan adanya fenomena culture shock atau gegar budaya yang tidak dapat dikelola dengan baik. 

Hal ini lantaran kondisi masyarakat yang tidak siap menghadapi perubahan. Di sisi lain, tidak ada pendampingan baik dari pemerintah atau perusahaan di dalam penggunaan uang ganti rugi.

Baca Juga: Cerita Warga Kampung Miliarder Tuban yang Kini Susah Makan

1. Budaya konsumtif sebabkan masyarakat tidak berpikir panjang

Warga Kampung Miliarder Kini Susah, Pakar UGM: Efek Gegar BudayaMusanam warga kampung miliarder yang kini tak memiliki penghasilan. IDN Times/Imron

Menurut Hempri, budaya konsumtif serta budaya instan yang ada di masyarakat sering kali menyebabkan masyarakat tidak berpikir untuk jangka panjang. Harusnya dari pemerintah sebelumnya lebih sigap dalam memberikan edukasi dan arahan terkait penggunaan dana kompensasi tersebut.

"Akibatnya banyak masyarakat yang kemudian menggunakan dana tersebut untuk kepentingan konsumtif, membeli mobil, rumah, dan sebagainya. Kalaupun membuka usaha sering kali kecenderungan hampir sama seperti membuka warung kelontong atau usaha dagang. Padahal, masyarakat tidak memiliki bekal untuk itu sehingga mereka mengalami kegagalan di dalam merintis usaha,” terangnya.

2. Perusahaan juga harus memberikan pendampingan

Warga Kampung Miliarder Kini Susah, Pakar UGM: Efek Gegar BudayaIlustrasi UMKM. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Di sisi lain, dari perusahaan juga diharapkan bisa memberikan pendampingan  manajemen keuangan dan membentuk mental masyarakat untuk  berpikir jangka panjang. Bahkan, kompensasi-kompensasi yang muncul mungkin tidak sekedar uang, akan tetapi program-program alih profesi, memberikan pelatihan dan keterampilan masyarakat dapat dilakukan untuk itu.

"Perusahaan dapat mengembangkan program-program tersebut melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) mereka untuk mengembangkan program-program alih profesi ini,” terangnya.

3. Jangan sampai terulang di daerah lain

Warga Kampung Miliarder Kini Susah, Pakar UGM: Efek Gegar BudayaWarga Tuban menggelar aksi unjuk rasa menuntut pihak Pertamina merealisasikan janji. IDN Times/Imron

Hempri mengungkapkan, agar fenomena serupa tidak terjadi lagi di daerah lain, maka di daerah lain yang mengalami ganti rugi lahan sebagai dampak dari proyek pembangunan juga perlu melakukan antisipasi.  Selama ini, banyak kasus yang terjadi kompensasi ganti rugi lahan dianggap cukup selesai ketika masyarakat sudah menerima uang sebagai kompensasi tersebut. 

”Jangan sampai proyek-proyek pembangunan justru memarginalisasikan masyarakat kecil dengan munculnya masyarakat miskin dan pengangguran,” katanya.

Baca Juga: Omicron Hantui PTM 100 Persen, Ini Kata Pakar UGM

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya