Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Polemik Royalti Musik, Pakar UMY Kasih Alternatif bagi Pelaku Usaha

Polemik Royalti Musik, Pakar UMY Kasih Alternatif bagi Pelaku Usaha
Ilustrasi musik (pexels.com/Elviss Railijs Bitāns)
Intinya sih...
  • Musik di ruang publik berbeda dengan konsumsi pribadi, harus bayar royalti karena nilai komersialnya.
  • Kontrak yang jelas bisa cegah sengketa hak cipta, revisi UU Hak Cipta perlu memberi kejelasan hukum.
  • Perlindungan konsumen dan pelaku usaha kecil penting, gunakan karya yang sudah masuk domain publik untuk menghindari pembayaran royalti.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Polemik pembayaran royalti musik yang diputar di ruang publik, seperti kafe, restoran, hingga pusat perbelanjaan tengah menjadi perbincangan hangat. Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Trisno Raharjo, menegaskan bahwa persoalan royalti musik bukanlah hal baru.

Menurutnya, perdebatan ini sudah berlangsung lama dan berulang kali menjadi sorotan. Ia juga memberikan alternatif agar musik tetap bisa diputar tanpa kewajiban membayar royalti.

1. Musik di ruang publik berbeda dengan konsumsi pribadi

Polemik Royalti Musik, Pakar UMY Kasih Alternatif bagi Pelaku Usaha
Pakar UMY soroti polemik royalti musik di ruang publik. (umy.ac.id)

Trisno menekankan bahwa pemutaran musik di ruang publik memiliki perbedaan mendasar dengan pemakaian untuk kebutuhan pribadi. Ia menyebut, prinsip dasar hak cipta jelas, yaitu karya yang dipakai untuk tujuan komersial harus disertai pembayaran royalti.

“Kalau musik diputar di rumah, itu merupakan hak pribadi. Namun jika diputar di kafe atau mal, ada nilai komersial di sana. Musik digunakan untuk menarik konsumen agar betah, maka wajar jika pencipta berhak atas royalti,” ujar Trisno pada Selasa (19/8/2025) dilansir laman resmi UMY.

2. Kontrak yang jelas bisa cegah sengketa hak cipta

hak cipta lagu
ilustrasi hak cipta lagu (unsplash.com/Dayne Topkin)

Menurut Trisno, banyak sengketa hak cipta muncul karena kontrak awal antara pencipta, penyanyi, dan industri musik tidak diatur secara rinci. Ia berharap revisi UU Hak Cipta dapat menghadirkan kepastian hukum yang lebih jelas bagi semua pihak.

“Jika kontrak sudah jelas, sengketa bisa diminimalisir. Sayangnya, banyak kontrak hanya mengatur secara umum, sehingga ketika lagu populer, muncul gugatan. Revisi UU Hak Cipta harus mampu memberi kejelasan hukum agar tidak menimbulkan kontroversi baru,” imbuhnya.

3. Perlindungan konsumen dan pelaku usaha kecil juga penting

ilustrasi musik
ilustrasi musik (pexels.com/cottonbrostudio)

Trisno menjelaskan bahwa ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta bertujuan melindungi pencipta agar tidak dirugikan secara ekonomi. Meski begitu, ia menekankan penegakan hukum jangan sampai menimbulkan kriminalisasi terhadap konsumen maupun pelaku usaha berskala kecil.

Ia mengingatkan bahwa ada alternatif bagi konsumen atau pelaku usaha, yaitu menggunakan karya yang sudah masuk domain publik karena masa perlindungan hak cipta habis. “Jika sebuah lagu sudah menjadi public domain, dapat digunakan tanpa harus membayar royalti,” tuturnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us