Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Keraton Yogyakarta Gelar Hajad Dalem Garebeg Besar, Ini Maknanya

Hajad Dalem Garebeg Besar, Selasa (18/6/2024). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Intinya sih...
  • Keraton Yogyakarta melaksanakan Hajad Dalem Garebeg Besar sebagai peringatan hari besar Islam dan rasa syukur.
  • Masyarakat antusias menerima bagian ubarampe gunungan di beberapa lokasi di Yogyakarta sebagai simbol kemakmuran Keraton.
  • Gunungan diberikan kepada masyarakat sebagai perwujudan rasa syukur dan kesabaran, dengan warna yang memiliki makna filosofis dalam kearifan Jawa.

Yogyakarta, IDN Times - Keraton Yogyakarta melaksanakan Hajad Dalem Garebeg Besar, Selasa (18/6/2024). Garebeg sebagai peringatan hari besar Islam dan menjadi perwujudan rasa syukur.

Seperti penyelenggaraan Hajad Dalem sebelumnya, masyarakat antusias mendapatkan bagian ubarampe gunungan yang dibagikan di Pelataran Masjid Gedhe dan Pura Pakualaman. Sementara untuk Kompleks Kepatihan, dibagikan sejumlah 50 ubarampe gunungan berwujud rengginang untuk para Aparatur Sipil Negara. Terdapat satu titik tambahan yang menjadi lokasi pembagian ubarampe gunungan, yakni Ndalem Mangkubumen, yang juga akan menerima sejumlah 50 buah pareden gunungan.

1. Makna upacara garebeg

Hajad Dalem Garebeg Besar, Selasa (18/6/2024). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Penghageng II KHP Widyabudaya, KRT Rintaiswara, menyampaikan tentang makna upacara Garebeg yang dilakukan di Keraton adalah Hajad Dalem, sebuah upacara budaya yang diselenggarakan oleh Keraton dalam rangka memperingati hari besar agama Islam yakni Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. "Dalam pendapat lain dikatakan bahwa Garebeg atau yang umumnya disebut 'Grebeg' berasal dari kata 'gumrebeg', mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut,” jelasnya.

Gunungan merupakan perwujudan kemakmuran Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya. "Jadi makna Garebeg Besar secara singkatnya adalah perwujudan rasa syukur, mangayubagya Iduladha, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui ubarampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram,” pungkas Kanjeng Rinta.

2. Gunungan dibagikan tidak direbutkan

Hajad Dalem Garebeg Besar, Selasa (18/6/2024). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Sejatinya, masyarakat dalam memperoleh Gunungan pada konsep awalnya memang nyadhong/menunggu giliran untuk mendapatkannya. "Ini merupakan perlambang kesabaran manusia. Berbeda dengan merayah, karena kesannya yang kuat pasti yang akan mendapatkan dahulu," jelas Carik Kawedanan Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat.

Kanjeng Candra, sapaannya, menambahkan bahwa cara membawa dan memberikan ubarampe pareden gunungan adalah dengan diemban sebagai wujud penghormatan karena ubarampe adalah sedekah raja/paring dalem. "Merupakan wujud hormat dan sopan santun karena Utusan Dalam mengemban amanah untuk membagikan," terangnya.

3. Ubarampe ada yang dibawa ke kepatihan dan ndalem mangkubumen

Hajad Dalem Garebeg Besar, Selasa (18/6/2024). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Ubarampe yang dibawa oleh para utusan dalem ke Kepatihan dan Ndalem Mangkubumen diemban dengan kain cinde warna merah yang digunakan dalam upacara-upacara besar dan sakral. Sebanyak 100 pareden gunungan yang dibagikan berwujud rengginang dan tlapukan bintang yang memiliki lima warna.

"Hitam melambangkan kewibawaan dan keteguhan, putih itu kesucian, merah lambang keberanian, hijau mengisyaratkan kesuburan/kemakmuran, serta kuning melambangkan kemuliaan. Pemilihan warna tersebut erat kaitannya dengan kearifan jawa terkait mata angin (kiblat papat limo pancer), pancawara atau perhitungan hari pasaran, maupun gambaran hawa nafsu manusia," tutup Kanjeng Candra.

Penghageng Kawedanan Reksa Suyasa, KRT Kusumanegara menjelaskan pembagian pareden di Ndalem Mangkubumen. Ndalem Mangkubumen dulunya merupakan tempat tinggal KGPH Mangkubumi, adik Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Pun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI, ndalem ini sebelumnya juga merupakan tempat tinggal Sri Sultan Hamengku Buwono VII sewaktu masih menjadi putra mahkota dengan nama Pangeran Hangabehi.

“Setelah melalui proses kajian, dasar sejarah inilah yang menjadi alasan pembagian pareden di Ndalem Mangkubumen dilakukan kembali saat prosesi Garebeg pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X ini,” tambah KRT Kusumanegara.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us