Kasus Keracunan MBG Bisa Dibawa ke Pidana, Begini Alasannya

- Korban bisa langsung lapor polisi
- Kasus keracunan bisa digugat secara perdata
- BGN hentikan operasional SPPG bermasalah
Sleman, IDN Times - Kasus keracunan imbas mengonsumi hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi akhir-akhir ini bisa dibawa ke ranah hukum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahilah Akbar mengatakan, kasus keracunan karena MBG bisa dibawa ke ranah pidana dengan dalil kelalaian menimbulkan korban luka sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP.
"Itu kan sebenarnya tidak hanya dalam konteks MBG ya, dalam berbagai konteks pun ketika ada orang yang diakibatkan sakit kan bisa melaporkan," kata Akbar, Jumat (26/9/2025).
1. Korban bisa langsung lapor polisi

Menurut Akbar, mereka yang merasa dirugikan, cukup melapor ke polisi. Penyelidikan akan mencari unsur pidana atau ada tidaknya prosedur standar pelaksanaan MBG yang dilanggar oleh pihak-pihak tertentu. Semisal, dari proses penyiapan bahan baku, pengolahan hingga distribusi ke penerima manfaat yang mana ini merupakan tanggungjawab setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Nah itu (mempolisikan SPPG) yang harus dilihat lebih lanjut, siapa yang bertanggung jawab terhadap penjagaan kualitas dan distribusi makanan tadi," jelas Akbar.
"Makanya memang harus didiskusikan secara mendalam si pihak-pihak mana yang terlibat dalam penjaga kualitas dan mendistribusikan makanan tadi kan kalau misalkan dia tidak memiliki kesengajaan atau kalau lain dia tidak memiliki pengetahuan terhadap hal tersebut. Kalau dia tidak memiliki pengetahuan kan nggak bisa makanya memang harus ditelisik lebih lanjut," ucapnya.
2. Kasus keracunan bisa digugat secara perdata
Akbar menambahkan kasus keracunan imbas MBG juga berpeluang digugat secara perdata apabila menilai terdapat kelalaian oleh SPPG atau pihak lain.
"Itu bisa juga perbuatan melawan hukum (merujuk) 1365 KUHPerdata juga. Itu tinggal harus dilihat dulu, memang pelanggaran-pelanggaran itu ada atau tidak. Apakah itu murni kesalahan di luar dari pribadi atau memang adanya kekurangan dalam penjagaan kualitas, mutu, makanan," imbuh Akbar.
Akbar menekankan penggunggat perlu membuktikan kausalitas atau hubungan sebab-akibat. Gugatan perorangan atau gugatan perwakilan kelompok (class action), kata dia, sama-sama bisa ditempuh.
"Karena kan ada kerugian yang diakibatkan atau suatu tindakan yang kalau diduga melawan hukum itu bisa dilakukan gugatan PMH (perbuatan melawan hukum), juga bisa dilakukan secara class action juga jika secara bersama-sama diakibatkan," kata Akbar.
3. BGN hentikan operasional SPPG bermasalah

Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Sony Sanjaya menegaskan SPPG yang tersangkut kasus keracunan MBG akan dihentikan operasionalnya minimal selama 14 hari.
"Hasil uji laboratorium (dari Badan Pengawas Obat dan Makanan) itu kan rata-rata 14 hari baru keluar ya, nah di situ kan penyidik juga berproses, meminta keterangan, kemudian mengumpulkan alat bukti. Setelah itu, kemudian BGN akan mengkaji kembali," kata Sony dikutip dari ANTARA.
BGN akan mengevaluasi secara keseluruhan penyebab keracunan. Setelah dapat dipastikan penyebabnya dan terbukti telah melakukan perbaikan, maka izin operasional bisa dikeluarkan kembali.
"BGN pasti melihat dulu, apakah terkait dengan kondisi fasilitas atau apa? Kalau fasilitasnya sudah dilakukan perbaikan, kemudian perbaikan, bisa saja izin dikeluarkan, tetapi selama ini kan baru ditutup ya, baru tutup terutama untuk yang September ini," jelasnya.
BGN membeberkan, per September 2025 SPPG yang ditutup yakni Garut, Jawa Barat, satu SPPG, Tasikmalaya, Jawa Barat, 1 SPPG, dan Banggai, Sulawesi Selatan, 1 SPPG. Selain itu, kasus terbaru di SPPG Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat juga dihentikan sementara. "Lainnya masih investigasi karena ada kejadian yang penyebabnya ternyata bukan keracunan," ucapnya.