Tragedi Kanjuruhan, Penanganan Seharusnya Sesuai Karakter Suporter
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Pengamat pembangunan sosial dan kesejahteraan Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna menyoroti tragedi Kanjuruhan, Malang yang terjadi Sabtu (1/10/2022).
Menurut Hempri, kasus di Kanjuruhan menjadi pelajaran berharga bagaimana dimensi sosial suporter seharusnya menjadi pertimbangan dalam melakukan penanganan suporter. Panitia pelaksana dan PSSI sudah saatnya tak hanya sekedar mengejar keuntungan komersial dengan melupakan aspek sosial.
1. Suporter pribadi unik, rela lakukan apapun untuk tim kesayangannya
Menurutnya suporter khususnya sepak bola memiliki karakter unik dan semangat fanatisme yang luar biasa. Mereka rela mengeluarkan waktu, uang dan tenaga untuk mendukung tim kebanggaan mereka. Bahkan tidak jarang harus menjual barang yang dimiliki untuk menonton tim kesayangannya berlaga.
“Bagi mereka, sepak bola adalah harga diri dan martabat daerah atau martabat bangsa”, ujarnya Selasa (4/10/2022).
2. Pola penanganan suporter seharusnya persuasif
Menurut Hempri, penanganan seharusnya mampu memahami karakter yang dimiliki suporter sepak bola dan menjadi bahan pola pengasuhan, penanganan atau pengamanan bagi suporter. Oleh karena itu, pendekatan persuasif sudah semestinya harus diutamakan.
“Kasus di Kanjuruhan menunjukkan justru pendekatan represif yang dikedepankan. Penggunaan pentungan, penggunaan gas air mata yang sudah jelas dilarang FIFA ternyata justru masih digunakan," terangnya.
Baca Juga: Suporter PSIM dan Persis Gelar Salat Gaib untuk Korban Kanjuruhan
3. Edukasi suporter dan pembangunan stadion yang ramah bagi penonton harus dilakukan
Hempri menegaskan ada beberapa hal yang seharusnya menjadi perhatian banyak pihak. Pertama, edukasi suporter dan pendekatan persuasif menjadi hal yang harus diutamakan.
Pemahaman terkait karakteristik, kultur dan sejarah historis antar suporter seharusnya menjadi acuan di dalam melakukan pengamanan. Bagaimana pola detail pengamanan antar klub akan berbeda.
“Kedua, perbaikan fasilitas infrastruktur pendukung. Bagaimana membangun stadion ramah anak, stadion ramah perempuan, stadion ramah lansia dan sebagainya. Hal-hal semacam itu perlu dilakukan dan harus dikedepankan," paparnya.
Baca Juga: Kelompok Suporter di Jogja Melebur dalam Duka Tragedi Kanjuruhan