Biomaterial Tahan Retak, Inovasi UGM untuk Rekayasa Tulang

- Peneliti UGM mengembangkan biomaterial tahan retak untuk merekayasa tulang, membantu trauma berat, tumor tulang, dan osteomielitis.
- Tim peneliti menyempurnakan material bone scaffold dengan menambahkan nanocrystalline cellulose (NCC) ke dalam komposisi hydroxyapatite (HA) dan kolagen.
- Biomaterial bone scaffold yang dikembangkan peneliti UGM menawarkan keunggulan bahan tahan retak, hasil steril, ketahanan termal hingga 650°C, dan solusi terbaik untuk mengatasi retakan pada scaffold tulang.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan inovasi terbaru di dunia kesehatan. Mereka mengembangkan biomaterial tahan retak untuk merekayasa tulang. Terobosan ini bermanfaat mengatasi jaringan tulang yang rusak, seperti kasus trauma berat, tumor tulang, dan osteomielitis.
Dalam kasus klinis di atas, kondisi tulang manusia biasanya sudah tidak mampu melakukan regenerasi tulang secara alami. Oleh sebab itu, diperlukan rekayasa tulang untuk mengembalikan fungsi tulang pada tubuh. Seperti apa biomaterial tahan retak yang dikembangkan peneliti UGM?
1. UGM sempurnakan teknologi bone scaffold

Dilansir laman resmi UGM, tim peneliti—Kusumawan Herliansyah, Alva Edy Tantowi, Maria G Widiastuti, dan Nurbaiti—menyempurnakan material bone scaffold untuk prosedur rekayasa tulang. Para peneliti berasal dari lintas disiplin, yaitu Departemen Teknik Mesin dan Industri, Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, serta mahasiswa Program Studi Doktor Teknik Mesin UGM.
Sebagai referensi, bone scaffold adalah teknologi struktur pendukung tulang yang terbuat dari bahan biokompatibel. Cara kerja metode ini adalah meniru jaringan tulang asli. Tujuan utamanya satu: merekonstruksi bentuk dan fungsi tulang yang cedera secara presisi.
Adapun bahan biokompatibel bone scaffold terbuat dari kombinasi komposit hydroxyapatite (HA) dan kolagen. HA merupakan senyawa anorganik utama dalam struktur tulang. Di sisi lain, kolagen adalah polimer organik alami yang mendukung adhesi dan proliferasi sel.
Yang menjadi masalah, kombinasi bahan tersebut untuk pencetakan scaffold masih jauh dari kata sempurna. Pasalnya, kedua bahan itu memicu keretakan mikro saat proses pengeringan selesai. Di sinilah peneliti UGM meluncurkan inovasi melalui material nanocrystalline cellulose (NCC).
2. Keunggulan material NCC untuk rekayasa tulang

Peneliti UGM melakukan terobosan biomaterial dengan menambahkan material NCC ke dalam komposisi HA dan kolagen. Dengan bahan selulosa dan ukuran nano, NCC memiliki keunggulan berupa biokompatibel pada tubuh manusia, termasuk memberikan kekuatan mekanik tinggi. Alhasil, material NCC bisa memperkuat struktur tulang.
Peneliti riset, Alva Edy Tantowi mengatakan, keunggulan lain NCC adalah mampu menjaga homogenitas material dalam bentuk cetakan 3D. Menurutnya, NCC mengurangi kemungkinan terjadinya retakan, serta bisa memperbaiki kualitas teknologi bone scaffold.
Penelitian NCC untuk meningkatkan kualitas bone scaffold sudah dibuktikan dalam eksperimen. Peneliti UGM mencampurkan komposisi 70 persen HA, 15 persen kolagen, dan 15 persen NCC dalam metode 3D bioprinting berbasis ekstrusi. Hasilnya, setelah proses pencetakan dan pengeringan, nihil retakan bone scaffold.
Alva Edy melanjutkan, penambahan material NCC memiliki manfaat signifikan untuk meningkatkan kohesi antar lapisan cetakan. Tak terkecuali menjaga kestabilan struktur dan dimensi cetakan selama proses manufaktur.
3. Bukti ketahanan bone scaffold dengan biomaterial NCC

Bukti kekuatan bone scaffold dengan NCC bisa terlihat dari sisi mekanik dan ketahanan termal. Dari segi sifat mekanik, material NCC mengandung nilai kekerasan sebesar 0,002 hingga 0,003 HV. Ini sesuai syarat kekuatan scaffold yang akan dibebani tekanan ringan selama masa penyembuhan tulang.
Material NCC juga mengonfirmasi penurunan indeks kristalinitas menjadi 28 persen. Artinya, ada peningkatan fleksibilitas material bone scaffold yang bermanfaat dalam regenerasi jaringan.
Selain itu, penurunan kristalinitas juga meningkatkan kemampuan material bone scaffold untuk beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini membuat scaffold yang diciptakan tidak hanya kokoh, tetapi juga lebih responsif terhadap proses pembentukan jaringan tulang baru.
Di sisi lain, biomaterial tahan retak yang dikembangkan peneliti UGM juga menunjukkan ketahanan termal hingga 650°C. Penambahan NCC juga sukses menurunkan laju degradasi termal. Artinya, ketahanan termal lebih stabil secara keseluruhan.
4. UGM tawarkan biomaterial tahan retak dan steril

Biomaterial bone scaffold yang dikembangkan peneliti UGM tidak hanya menawarkan keunggulan bahan tahan retak, tetapi juga memberikan hasil steril. Ini karena komposit HA, kolagen, dan NCC mampu mempertahankan integritas strukturnya, bahkan saat terpapar suhu tinggi selama proses fabrikasi atau sterilisasi.
Ketahanan termal tersebut penting untuk memastikan bone scaffold tetap steril dalam prosedur medis. Terlebih proses pemasangannya memerlukan lingkungan bebas kontaminan.
Pada akhirnya, hasil peneliti UGM ini memberikan solusi terbaik untuk mengatasi retakan pada scaffold tulang. Dan pastinya, menawarkan ladang baru untuk pengembangan material biomimetik nasional. Harapannya, biomaterial tahan retak ini bisa dipakai untuk merekayasa tulang di rumah sakit Tanah Air.