TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polemik di Pengungsian Merapi: Pilih-pilih Makanan hingga Agama

Sultan HB X berkunjung ke barak pengungsian

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meninjau barak pengungsian. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Sleman, IDN Times - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta sejumlah polemik sosial di barak pengungsian Merapi saat erupsi 2010 lalu agar diselesaikan.

Permasalahan seperti menu makanan hingga diskriminasi antarsesama pengungsi diharapkan tak lagi terulang.

Baca Juga: Jumlah Pengungsi Merapi Bertambah, Warga yang Trauma Ikut Mengungsi

1. Diskriminasi agama di barak pengungsian

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meninjau barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa (10/11/2020). IDN Times/Tunggul Damarjati

Dalam tinjauannya ke Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa (10/11/2020), Sultan meminta kepada Bupati Sleman Sri Purnomo dan segenap jajaran Forkopimda.

Dirinya menginstruksikan agar tak ada lagi barak pengungsian yang didominasi agama tertentu, lantaran penghuninya menolak pemeluk kepercayaan lain bergabung.

"Pengalaman saya (2010), tidak ada lagi pengungsian yang didominasi agama tertentu sehingga (pemeluk kepercayaan) yang lain tidak boleh masuk. Itu saya tidak mau itu terjadi lagi," tegas Sultan.

Ngarsa Dalem tak merinci di mana lokasi kejadiannya. Ia hanya menyebut daerah Cangkringan.

"Yang di atas itu. Sehingga saya pindahkan ke selatan. Karena dikurung, tidak boleh masuk kecuali orang tertentu yang boleh masuk dengan agama tertentu. Saya tidak ingin mengulang kejadian itu. Jadi saya mohon pak bupati dan forkopimda, cara seperti ini tidak betul," ujarnya.

Menurut Sultan, keselamatan warga merupakan tanggung jawab dan prioritas pemerintah. Barak pengungsian adalah fasilitas yang didirikan untuk bersama.

2. Menu makanan bikin pengungsi 'bermigrasi'

Dapur umum di barak pengungsian merapi. IDN Times/Tunggul Damarjati

Masalah lain yang mewarnai kehidupan di barak pengungsian 2010 lalu adalah soal pilih-pilih menu makanan.

Sultan menyebut warga cenderung lebih memilih menghuni barak pengungsian dengan menu makanan yang mereka sukai.

"Pengalaman 2010, karena sudah ada HP, mobilitas pengungsi ini merepotkan kami tapi juga juru masak. Begitu temannya di pengungsian lain, telpon-telponan, mengatakan 'wah rumangsaku kok enak ning kono' (sepertinya kok enak di sana), nah pindah," ujar Sultan.

Padahal, perpindahan pengungsi dari satu barak ke barak lain jelas merepotkan para relawan yang harus sewaktu-waktu mendata penambahan pengungsi dan ketersediaan pangan. Sultan pun menyarankan agar masyarakat pengungsi tidak segan meminta para juru masak untuk menu yang mereka kehendaki.

"Harapan saya kepada warga, posisi untuk pengungsian ada kepastian. Jadi saya punya harapan yang menentukan makan itu bukan yang memasak di dapur. Tapi, warga masyarakat yang mau makan. Dengan begitu lauknya apa yang menentukan warga sendiri sehingga tidak ada makanan yang dibuang," ucapnya.

Baca Juga: Sapi yang Dievakuasi di Lereng Merapi Dapat Terapi dari Dokter Hewan

Berita Terkini Lainnya