TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Embung Grigak Tumbuhkan Harapan Petani untuk Terus Menanam 

Dibangun di tanah karst bisa menampung 10 juta liter air

Embung Grigak. Dok: istimewa

Gunungkidul, IDN Times - Sejak 4 tahun lalu, Suparwito (35) warga Dukuh Karang, Girikato, Panggang, Gunungkidul menekuni  profesinya sebagai petani di Dusun Karang. Lantaran berada di tanah karst, terkadang dia mengalami kesulitan air di musim kemarau. Akhirnya  hanya mengandalkan persediaan air saat musim hujan.

"Di sini kami menggunakan air tadah hujan, dan sistem penanaman tumpang sari. Kami menanam padi, jagung, ketela, cabai. Sebenarnya untuk musim kemarau kita ingin menanam macam-macam sayuran, tapi kendala di sumber air," ungkapnya pada Selasa (31/8/2021).

Kondisi wilayah yang sangat kering membuat minat generasi muda menjadi petani terasa minim.

Baca Juga: Nglanggeran Gunungkidul Wakili Indonesia Ajang Desa Wisata Dunia 

1. Adanya Embung Grigak dan harapan Suparwito untuk perbanyak petani

Embung Grigak. Dok: istimewa

Seiring pembangunan Embung Grigak, harapan Suparwito untuk bisa terus menanam dan muncul kembali.

Embung Grigak merupakan embung tadah hujan yang dibangun oleh Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) bekerja sama dengan Yayasan Obor Tani, tepatnya pada Maret 2020 lalu. Embung ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan air bagi para petani di sekitar Pantai Grigak.

"Dengan adanya embung ini kemungkinan minat petani muda akan melonjak. Selain itu, setelah ada embung, kita mulai menanam buah seperti kelapa, kelengkeng, sirsak, dan alpukat. Kira-kira 3-4 tahun lagi akan panen," jelasnya.

2. Memiliki struktur tanah yang kering

Pratomo, Direktur Eksekutif Yayasan Obor Tani. Dok: istimewa

Suparno, Dukuh Grigak mengungkapkan keberadaan Embung Grigak sangat diperlukan masyarakat, terutama yang daerahnya kesulitan air di musim kemarau.

Menurut Suparno, kondisi tanah yang ada di Grigak ini saat musim kemarau bisa sangat kering. Terkadang juga bisa sampai retak. Namun jika digali satu meter ke bawah, tanah akan basah.

"Embung diperlukan masyarakat di sekitar sini. Karena kita tahu bahwa di Gunungkidul terutama di daerah saya, air sangat susah sekali," katanya.

Hal serupa diungkapkan oleh Pratomo, Direktur Eksekutif Yayasan Obor Tani. Tanah di di Grigak merupakan tanah karst atau kapur. Tanah dengan kondisi ini tidak pernah digunakan untuk budidaya secara intensif, padahal sebenarnya memiliki humus yang cukup banyak. Selain itu, karst mampu menaikkan PH tanah hingga mencapai 6-7. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan tanah pertanian lain yang hanya memiliki PH 5-6.

"Di Gunungkidul itu secara umum tanahnya bernutrisi hara tinggi, tapi hanya satu (kendalanya) kurang air. Itu yang coba kita lengkapi dengan Coca-Cola dan Eco-Camp Mangun Karsa," jelasnya.

Pratomo menjelaskan, pembangunan embung ini dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani dengan cara holtikultura, agrowisata dan menyediakan air di desa. Jika di embung tadah hujan lain memanfaatkan gravitasi, maka di Embung Grigak ini juga menggunakan tenaga surya dan angin untuk menaikkan air. 

3. Bisa menampung 10 juta liter air

Romo Paulus Wiryono Priyotamtama, Perwakilan Masyarakat dan penggagas berdirinya Eco-Camp Mangun Karsa. Dok: istimewa

Pratomo memaparkan pembangunan embung dilakukan selama 4 bulan. Target pembangunan yang awalnya direncanakan hanya 2,5 bulan molor. Hal ini disebabkan 80 persen pembangunan di tanah karst. Embung ini sendiri setelah digali 4,5 meter, kemudian dilapisi dengan geotekstil dan geomembran.

"Kapasitas air tertampung 10 ribu m3, atau 10 juta liter. Bisa mengairi tanaman holtikultura dengan jarak tanam 7x7, sebanyak 25-30 hektare. Ini baru terpakai 15 hektare masih ada potensi untuk digunakan lebih lagi," paparnya.

Selain tanaman pertanian, di sekitar embung juga banyak ditanami buah-buahan, seperti kepala kopyor, alpukat, kelengkeng. Komoditas baru ini diperkirakan ke depan juga bisa menjadi jagoan bagi masyarakat setempat.

Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, Perwakilan Masyarakat dan penggagas berdirinya Eco-Camp Mangun Karsa menjelaskan bersamaan dengan dibangunnya embung ini, pihaknya membuka 4 hektare tanah yang digunakan untuk kebun buah. Seperti durian, alpukat, sirsak, kelengkeng, kelapa. 

"Diharapkan pariwisata embung bisa jadi daya tarik tersendiri. Dengan pariwisata biasanya kombinasi pendidikan ekologis, penjualan bibit dan yang lainnya. Jadi lebih ke pariwisata green tourism," katanya.

Berita Terkini Lainnya