TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Korban Pelecehan Terduga IM yang Lapor LBH Yogya Mencapai 15 Kasus

Penyintas pernah lapor kampus dua tahun lalu

Ilustrasi. IDN Times/Arief Rahmat

Yogyakarta, IDN Times – Hingga 3 Mei 2020, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta telah menerima lebih dari 15 pengaduan dari penyintas yang korban dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM. Semula pengaduan disampaikan penyintas pada 17 April 2020 yang kemudian bertambah menjadi 15 penyintas pada 30 April 2020.

“Ada penambahan. Tapi datanya masih dirapikan,” kata Wakil Direktur LBH Yogyakarta Meila Nurul Fajriah yang juga penanggung jawab kasus ini saat dihubungi IDN Times, Minggu (3/5).

Bentuk-bentuk pelecehan seksual yang dialami penyintas mayoritas melalui telepon atau chat dengan nada sensual. Terkait dengan kronologi kejadian, Meila enggan menjelaskan. Rencananya, LBH Yogyakarta akan menyampaikannya dalam konferensi pers pada 4 Mei 2020.

Sementara berdasarkan penelusuran, IM diketahui adalah alumnus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada 2016 lalu. Ia mempunyai sejumlah prestasi. Antara lain menjadi salah satu pendiri Central Language Improvement (CLI) UII pada 2013, menyandang Mahasiswa Berprestasi UII 2015, dan sering diundang menjadi penceramah di sejumlah kampus dengan menyandang gelar ustaz.

Saat ini, berdasarkan keterangan IM dalam akun Instagramnya, ia tengah merampungkan tugas akhir di Melbourne Victoria, Australia. Usai lulus, ia mendapat beasiswa “Australia Awards Scholarships Awardee”.

Baca Juga: Data Kematian COVID-19 di DIY Amburadul, PDP Meninggal Tak Tercatat

1. Korban pernah melapor pihak kampus dan tak direspon serius

Instagram.com/uiistory

Kasus ini merebak di kalangan publik setelah gerakan bernama Aliansi UII Bergerak membentuk Solidaritas Anti Kekerasan Seksual di UII dan menyampaikan rilis menjelang akhir April 2020 lalu.

Melalui Karunia sebagai narahubung menjelaskan, pelaku yang berinisial IM diketahui adalah alumnus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada 2016 lalu. Ia diduga menjadi pelaku pelecehan seksual dari dua penyintas yang semula melapor kepada solidaritas. Bahkan dua tahun sebelumnya, kasus tersebut telah dilaporkan kepada pihak kampus yang tak direspon maksimal.

“Korban dianggap bereaksi emosional berlebihan. Kampus tak punya keberpihakan pada penyintas,” kata Karunia.

IM diketahui masih mengisi sejumlah acara yang diadakan pihak UII. Solidaritas yang dibentuk menduga ada upaya kampus untuk melindungi pelaku kekerasan seksual. Kemudian pada 28 April 2020, jumlah korban bertambah menjadi lima orang. Pihak UII berdalih pelaku bukan mahasiswa aktif di kampus itu lagi.

2. Rektor UII diminta susun regulasi penanganan kasus kekerasan seksual di kampus

Rektor UII Fathul Wahid di Kampus UII, 6 Januari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Solidaritas Anti Kekerasan Seksual di UII menyusun tuntutan agar Rektor UII menutup semua akses IM di lingkungan kampus.

“Dan jangan beri kesempatan IM jadi dosen UII mendatang,” kata Karunia.

Kedua, menuntut UII segera membentuk tim ad hoc yang berpihak pada penyintas. Tim ad hoc itu terdiri dari perwakilan mahasiswa, dosen, dan juga bidang kemahasiswaan guna menyelidiki kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan IM.

Ketiga, menuntut UII menjamin keamanan penyintas, termasuk mendapatkan jaminan akses pendampingan psikologi. Keempat, menuntut UII untuk membentuk tim penyusun draf regulasi khusus penanganan kasus kekerasan seksual yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan psikolog yang berpihak pada penyintas di lingkungan kampus.

“Regulasi itu harus segera disahkan,” kata Karunia.

Baca Juga: UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban 

Berita Terkini Lainnya