UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban 

Penyintas pelecehan seksual didorong untuk berani melapor

Yogyakarta, IDN Times – Pihak Universitas Islam Indonesia (UII) mendorong para penyintas pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM untuk membawa kasus itu ke ranah hukum. IM adalah alumnus Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII Yogyakarta pada 2016 lalu. 

“Karena status IM sudah sebagai alumnus,” kata Ketua Tim Pendampingan Korban dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UII Syarif Nurhidayat dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Minggu (3/5).

Pada 29 April 2020, UII sudah meminta LKBH Fakultas Hukum UII untuk memberi bantuan atau pendampingan hukum jika diperlukan korban. UII juga menyediakan bantuan pendampinan psikologis kepada penyintas yang membutuhkan layanan konseling mahasiswa di DPK UII. Apabila ada penyintas lain diharap melaporkan melalui formulir pengaduan daring di laman beh.uii.ac.id.

 

Baca Juga: Korban Pelecehan Terduga IM yang Lapor LBH Yogya Mencapai 15 Kasus

1. UII membantah tak serius tangani kasus

UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban Instagram.com/uiistory

Pendampingan hukum terhadap penyintas oleh LKBH UII diberikan setelah Aliansi UII Bergerak menyampaikan kasus tersebut dalam siaran persnya. Salah satu poin informasi yang disampaikan adalah penyintas sempat melaporkan kasusnya kepada pihak kampus dua tahun lalu, tetapi tak direspons serius.

“Kami langsung melakukan pelacakan informasi termasuk pengaduan atau laporan resmi yang masuk. Tidak menemukan,” kata Syarif.

Ia membantah menganggap kasus itu tak serius. Ia mengklaim UII punya posisi tegas dengan tidak memberi ruang pada tindakan pelecehan atau pun kekerasan seksual. Kemudian pihaknya membentuk tim untuk melakukan verifikasi tuduhan-tuduhan Aliansi UII Bergerak.

Hasilnya, tim menemukan ada dua psikolog UII yang dikontak dua korban yang berbeda untuk mendapatkan pendampingan psikologis sekitar Maret dan Juli 2018.

“Saat itu fokus pada pendampingan psikologis korban. dan korban tidak meminta pendampingan hukum,” kata Syarif.

Pada pertengahan April 2020, seorang korban lain menghubungi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII, melalui salah satu psikolog. Tim psikolog dan DPK UII sedang merencanakan forum untuk mendalami keterangan dari korban. Pendampingan psikologis kepada korban juga masih berjalan.

2. Penyintas didorong untuk berani melapor

UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mia Amalia)

Sementara jumlah penyintas kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM yang melapor ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta terus bertambah. Meski demikian, Wakil Direktur LBH Yogyakarta yang sekaligus pendamping penyintas Meila Nurul Fajriah menegaskan, jika hasil kajian hukum mengarah pada pelaporan ke kepolisian, maka pihaknya akan tetap meminta persetujuan penyintas untuk menindaklanjuti.

“Karena kami bertindak atas nama penyintas. Jika mereka bersedia membawa ke ranah hukum, kami akan proses,” kata Meila.

Berdasakan komunikasi tim hukum dengan psikolog yang mendampingi, penyintas menginginkan pengakuan dan permintaan maaf dari IM kepada penyintas dan kepada publik bahwa dia telah melakukan kekerasan seksual. Kemudian, penyintas juga ingin publik, khususnya UII untuk tidak lagi memberikan panggung pada IM untuk berkiprah atau memberikan pengajian dan kegiatan lain di depan publik.

“Dan kami mendorong penyintas yang belum berani melapor untuk melaporkan kejadiannya,” kata Meila.

Harapannya, IM sadar atas perilaku yang telah dibuatnya dan segera mungkin dapat mengakui kepada publik.

3. UII akan cabut gelar mahasiswa berprestasi 2015 milik IM

UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban Instagram.com/uiistory/

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Ratna Permata Sari menyatakan, untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sampai diperolehnya kepastian tentang kebenaran kasus tuduhan pelecehan dan atau kekerasan seksual yang diduga dilakukan IM, UII secara institusional tidak akan melibatkan IM dalam acara di seluruh unit di UII. Organisasi kemahasiswaan di lingkungan UII juga diharapkan melakukan hal yang sama.

“Ini adalah sikap UII. Bahwa jangan main-main dengan pelecehan atau kekerasan seksual. UII sudah mendapatkan bukti dan keterangan dari beberapa penyintas,” kata Ratna dalam pernyataan di WhatsApp.

Rencananya, UII akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kepada IM pada 2015, setelah mempelajari keterangan yang diberikan oleh korban atau penyintas.

“IM sudah membuat klarifikasi publik melalui IG pribadi. Jadi sudah jelas sikap IM terhadap kasus ini,” kata Ratna tentang alasan pencabutan gelar itu.

UII juga menyatakan terbuka untuk menerima masukan, baik kritik maupun saran. Sedangkan penyintas yang akan difasilitasi adalah yang berasal dari lingkungan UII.

“Sesuai dengan jangkauan kami,” imbuh Ratna.

4. IM menyatakan siap menempuh jalur hukum

UII Dorong Proses Hukum, LBH Yogya: Harus dengan Persetujuan Korban Ilustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam akun Instagram pribadinya, IM memposting tiga lembar surat yang ditulis tangan tertanggal 30 April 2020 dengan menggunakan nama lengkap. Tanpa menyebut kasus atau persoalannya secara gamblang, IM menyatakan terkejut dan terpukul dengan pemberitaan yang beredar melalui media massa dan media sosial. Lantaran tak ada yang menghubunginya untuk meminta klarifikasi.

“Tanpa ada ruang klarifikasi dan tabayyun, saya seperti dapat serangan fajar. Saya tak punya kesempatan membela diri,” tulisnya yang mengaku tengah mengerjakan tugas akhir kuliah di Melbourne, Australia.

IM juga mempersilakan kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum.

“Hadirkan saya bersama orang yang merasa dirugikan. Kita saling adu argumen dan klarifikasi dengan cara baik-baik,” imbuh IM.

Baca Juga: Kisah Si Badak Putih, Pengangkut Jenazah di Masa Pandemik COVID-19

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya