TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aksi Jumat Peduli Iklim di Yogyakarta Terinspirasi Greta Thunberg 

Hidangan tanpa kemasan plastik dan pakai banner bekas

IDN Times/Margith Juita Damanik

Sleman, IDN Times –Greta Thunberg menjadi inspirasi pembentukan Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim) DIY yang terdiri dari berbagai komunitas, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat yang peduli perubahan iklim.

“Kondisi planet Bumi darurat akibat perubahan iklim. Dampaknya membuat sektor kesehatan, pertanian, perekonomian, bahkan sosial politik tidak stabil,” kata Koordinator Jampiklim Himawan Kurniadi dalam agenda diskusi bertajuk Menyikapi Perubahan Iklim di Indonesia yang digelar di Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jumat (13/9).

Baca Juga: 34 Seniman dari 17 Negera Melukis Bersama di Seribu Batu Mangunan

1. Pidato gadis remaja yang membuat para presiden tercenung

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Greta Thunberg adalah gadis remaja berusia 16 tahun asal Swedia itu menggagas demonstrasi iklim bertajuk Fridays for Future, yaitu gerakan tiap hari Jumat untuk berunjuk rasa agar pemerintah segera bertindak mengatasi perubahan iklim sejak September 2018 lalu. Gerakan itu diikuti Jampiklim Yogyakarta mulai 13 September, kemudian 20 dan 27 September 2019 yang juga digelar di beberapa negara lainnya.

Pidato Greta soal ancaman perubahan iklim sempat membuat para pemimpin dunia yang hadir dalam forum PBB terdiam dan tercenung. Rekaman visual pidato tersebut menyebar di media sosial yang ditayangkan dalam diskusi itu.

“Anda mencintai anak-anak anda, namun anda mencuri masa depan mereka,” kata Greta menegaskan pernyataannya.

Terbukti, konferensi perubahan iklim dunia yang telah dihelat sejak 1992 ternyata tidak membuat grafik emisi karbon turun. Kebutuhan untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celcius menjadi tujuan ambisius yang dinyatakan dalam Perjanjian Paris 2015 yang ditandatangani hampir 200 negara anggota PBB. Lantaran ada keharusan untuk menghindari situasi kekacauan iklim. Para ilmuwan mengatakan tujuan ini mengharuskan dunia sepenuhnya menghilangkan karbon sebelum 2050.

“Apakah anda takut menjadi tidak populer?” tanya Greta sambil menatap para presiden berbagai negara yang hadir. Ada yang mengangguk, ada yang termenung.

2. Menggunakan banner bekas

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Ada yang menarik saat melihat ke arah dinding panggung diskusi. Sebuah banner kuning berukuran sekitar 4 x 2 meter dipasang membentang. Tak seperti kebanyakan banner acara yang dibuat cantik dengan dicetak, berisi aneka gambar, logo penyokong acara, hingga tulisan aneka bentuk huruf. Kali ini, banner itu dibuat teramat sederhana dan hanya berisi tulisan.

“Maaf! Tidak ada banner indah untuk perubahan iklim” demikian bunyi tulisan sarkastis yang berpagar garis hitam. Barulah di bawahnya tertulis tajuk diskusinya.

Himawan mengaku sempat ada perdebatan kecil soal perlu tidaknya membuat banner indah dalam internal Jampiklim. Hingga akhirnya dipilih banner yang dibuat dari kain banner bekas. Pemilihan kain bekas adalah bagian dari gerakan mengurangi sampah dengan cara reuse atau menggunakan kembali barang yang masih bisa dipakai.

“Kainnya di balik. Warnanya yang semula putih terus dicat kuning. Lalu dikasih tulisan itu,” kata Himawan kepada IDN Times.

3. Camilan tanpa sampah plastik

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Tak ada pula kotak kardus berisi aneka snack yang berbungkus plastik bening dalam diskusi itu. Panitia menyediakan camilan berupa arem-arem dan nagasari yang dibungkus daun pisang. Juga buah salak. Kudapan itu diletakkan di atas piring dari plastik, lalu diedarkan kepada peserta untuk menikmatinya. Di tepian lajur tempat duduk peserta disediakan beberapa kotak kardus bekas untuk meletakkan sampah-sampah organik itu.

Untuk minum pun, panitia tak menyediakan air mineral dalam kemasan botol plastik atau pun gelas plastik. Peserta diminta membawa air minum sendiri yang dimasukkan dalam tumbler.

“Dengan membawa botol minum sendiri itu sudah ada niat sederhana untuk menyelamatkan Bumi,” kata Ketua Laboratorium Pengabdian Masyarakat Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Siti Aminah.

Baca Juga: Warga Lari Tunggang Langgang Dengar Suara Ledakan dari Mako Brimob

Berita Terkini Lainnya