23 Tahun Kasus Pembunuhan Udin, Wartawan Penulis Kasus-kasus Korupsi
Kasus wartawan Udin tidak pernah terungkap
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kota Yogyakarta, IDN Times– Sehari menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tiap 17 Agustus, ingatan sejumlah aktivis yang berhimpun dalam Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) selalu tertuju pada sosok Udin. Udin, adalah nama panggilan dari wartawan koran Bernas yang mempunyai nama panjang Fuad Muhammad Syafruddin.
Kisah Udin, menyita perhatian para aktivis pengusung penegakan hak-hak asasi manusia itu. Lantaran pada 16 Agustus 1996, Udin tewas setelah mengalami penganiayaan pada 13 Agustus 1996.
Selama 23 tahun kasus kematian Udin tetap gelap, lantaran tak terungkap pelaku maupun dalang pembunuhannya. Represifitas rezim Orde Baru waktu itu sempat diyakini para aktivis sebagai penyebab kasus itu tak diungkap.
“Setelah Orba tumbang, kasusnya akan terungkap. Ternyata tidak. Tetap dibiarkan gelap,” kata Koordinator K@MU Tri Wahyu kepada IDN Times usai aksi diam memperingati 23 tahun kasus Udin di depan Istana Negara Gedung Agung di kawasan Malioboro Yogyakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Para jurnalis yang bergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta bersama AJI Indonesia dan koalisi masyarakat sipil pun telah berupaya melakukan berbagai kampanye dan advokasi. Beberapa kali melakukan audiensi dengan para petinggi Polda DIY hingga Polri, menggelar aneka diskusi untuk menggelar kasus, melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM), menyurati Presiden yang kemudian ditindaklanjuti dengan audiensi dengan Watimpres. Bahkan pada 4 September 2015, International Partnership Mission for Indonesia (IPMI) mendesak Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Kapolri saat itu, Jenderal Badrodin Haiti untuk melakukan investigasi ulang terhadap kasus Udin.
“Tahun depan kami akan mengajukan nama Udin ke PBB,” kata Ketua AJI Yogyakarta Tommy Apriando.
Lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa, Tommy berharap Udin akan mendapat Guilermo Cano World Press Freedom Prize Award sebagai bentuk penghargaan atas jurnalis yang kehilangan nyawa dalam menjalankan profesinya. Penghargaan tersebut diberikan tiap peringatan World Press Freedom Day atau Hari Kebebasan Pers Sedunia yang diperingati tiap 3 Mei.
“Harapannya, kasus Udin menjadi perhatian masyarakat internasional,” kata Tommy.
Lantas, bagaimanakah kasus penganiayaan Udin ini terjadi, dan mengapa tidak terungkap hingga kini?
Baca Juga: Jalankan Tugas, 7 Wartawan Bernasib Tragis
1. Wartawan Bernas yang mengawali tugas sebagai loper koran
Udin adalah anak pasangan almarhum Duchori dan almarhumah Mujilah yang dilahirkan pada 18 Februari 1964 di Dusun Gedongan, Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul. Kedua orang tuanya gigih memperjuangkan pembunuh anaknya diungkap. Ayahnya dikenal dengan panggilan Mbah Wagiman Jenggot karena jenggotnya yang panjang. Ibunya pun sempat menyatakan ketidakrelaannya atas kematian anaknya karena pelakunya tak diungkap. Pernyataan tersebut disampaikan Mujilah saat tergolek karena sakit keras yang akhirnya meninggal dunia.
Sebelum menjadi wartawan harian Bernas di Yogyakarta, Udin bertugas menjadi loper koran sejak 1986. Semangatnya untuk belajar hal-hal baru cukup tinggi, termasuk belajar menulis dan memotret. Kemudian dia menjadi wartawan yang lokasi peliputannya di Bantul. Selain itu, Udin juga mempunyai usaha studio foto Krisna yang dikelola istrinya, Marsiyem masa itu.
Baca Juga: Ini Lho 5 Film tentang Perjuangan Seorang Wartawan yang Wajib Ditonton