TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jangkau Korban Kekerasan, Aliansi Jogja Sehati Membuat Aplikasi Wonder

Terdapat berbagai layanan dalam aplikasi ini

IDN Times/Nindias Khalika

Yogyakarta, IDN Times - Aliansi Jogja Sehati yang menjadi wadah 60 organisasi masyarakat di Yogyakarta membuat aplikasi Wonder (Women in Danger) untuk menjangkau lebih banyak perempuan dan anak korban kekerasan. Dibuat dua tahun lalu, saat ini aplikasi tersebut tengah disempurnakan dan bakal diluncurkan pada bulan Desember mendatang.

Baca Juga: Marak Kasus Kekerasan Anak, KPAI Dorong Program SRA Dipercepat

1. Ingin sistem yang terintegrasi

IDN Times/Nindias Khalika

Tika dari Yayasan Sebar Inspirasi Indonesia sekaligus penemu ide aplikasi Wonder mengatakan gagasan ini muncul berangkat dari pengalamannya mengunjungi korban saat bertugas sebagai wartawan.

"Perempuan merasa malu dan dukungan kurang jadi tak bisa melaporkan. Kemudian saya temukan ada lembaga yang berikan layanan tapi masih parsial. Mereka juga kesulitan dana dan SDM. Nah, bagaimana sebuah aplikasi  itu satu tapi kebutuhan kita terlayani di situ," katanya pada Rabu (29/5).

Aplikasi ini direncanakan bisa diakses oleh publik di tingkat nasional tapi Tika menjelaskan pihaknya memilih Yogyakarta buat pilot project.

"Kami pakai pilot project Jogja karena budaya gotong royong kuat dan banyak universitas yang ada Fakuktas Psikologi, Hukum pun juga banyak. SDM di sini banyak," terangnya.

Ada empat layanan aplikasi Wonder yang menurut Tika bakal bisa digunakan oleh pengguna.

"Ada konsultasi psikologi hukum dan perkawinan kemudian ada rescue seandainya butuh dievakuasi. Juga ada tempat aman jadi nanti tinggal klik terus akan ada notifikasi siapa yg ngambil bisa terhubung dengab korban. Terakhir, ada pendampingan," jelasnya 

2. Terkendala dua teknis

pixabay.com/succo

Timotius Aprianto selaku Ketua Yayasan Jogja Sehati menjelaskan saat ini aplikasi Wonder terganjal dua kendala teknis dan nonteknis berdasarkan lokakarya yang diadakan sebelumnya.

"Yang pertama bahwa ada kendala dari sisi kebijakan, payung hukum untuk menerapkan aplikasi ini. Kedua, kendala teknis. Misal dari sisi interface, server data, penanganan pengelolaan data, sampai mempersiapkan pelatihan bagi relawan," ucapnya.

Ia mengatakan platform ini tidak akan menggantikan posisi dan peran para stakeholder terkait kekerasan perempuan dan anak.

"Aplikasi ini berbasis geotagging yang akan mengintegrasikan antara penanganan kasus dari sisi korban dan juga perekrutan dari relawan di mana ia bertindak sebagai pihak yang memberikan pertolongan pertama untuk menjangkau korban. Untuk itu kan butuh alat penjangkauan," jelasnya.

Baca Juga: Jakarta Penyumbang Angka Kasus Kekerasan Anak Paling Tinggi

Berita Terkini Lainnya