TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berpotensi Potong Upah, Buruh DIY Tolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023

Waktu kerja juga bisa dipangkas

Ilustrasi. Aksi Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Selasa (22/11/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Yogyakarta, IDN Times - Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) menolak keras Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023. Permenaker tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global itu dinilai akan merugikan buruh.

"Dalam regulasi ini pemerintah mengizinkan industri padat karya berorientasi ekspor memotong gaji buruh atau karyawan hingga 25 persen dari gaji yang biasa diterima. Selain itu, boleh memangkas waktu kerja 1 hari dalam sepekan. Kami Majelis Pekerja Buruh Indonesia DIY menyatakan sikap menolak dengan keras," ujar Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, Rabu (22/3/2023).

1. Banyak merugikan buruh

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan. (IDN Times/Herlambang Jati)

Irsad menyebut ada sejumlah ancaman yang dapat ditimbulkan akibat Permenaker Nomor 5 tahun 2023, pertama mengurangi pendapatan buruh setiap bulan. Kedua, menurunkan daya beli pekerja/buruh.

"Memangkas hak pekerja/buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan upah layak. Mendiskriminasi upah buruh di sektor padat karya. Selain itu, memberikan tekanan psikologis bagi pekerja/buruh karena adanya pemotongan upah," ujar Irsad.

Baca Juga: Lebaran, Penumpang KA Bandara YIA Diprediksi Naik 234 Persen

2. Kondisi buruh sudah berat

Ilustrasi buruh, pekerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Irsad menyebut ekonomi masyarakat, khususnya pekerja/buruh, masih terpukul oleh pandemi COVID-19 dan penerapan sistem pengupahan yang merugikan usai disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI. Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh pekerja/buruh adalah kebijakan publik yang mampu melindungi hak normatif pekerja/buruh dan hak kewarganegaraannya.

"Negara harus hadir untuk melindungi pekerja/buruh dari kejahatan union busting, pemotongan upah, PHK, dan sistem kontrak, outsourcing yang tidak terkendali," ujar Irsad.

Ia mengatakan dalam rangka memperkuat industri nasional di tengah situasi ekonomi global yang rentan, pemerintah dapat membantu pengusaha dan dunia usaha pada umumnya melalui insentif pajak (penurunan nilai pajak badan, pajak ekspor, pajak penghasilan, dan lain-lain), serta insentif lainnya yang mendukung kegiatan operasional perusahaan seperti penjadwalan ulang pembayaran utang, dan sebagainya.

"Sehingga dalam pandangan sosiologi hukum, yang diperlukan adalah suatu regulasi yang mampu memperkuat industri nasional di percaturan ekonomi politik global tanpa harus memangkas hak pekerja/buruh seperti pemotongan upah yang menyulitkan pekerja/buruh untuk memenuhi standar hidup layak," ujar Irsad.

Baca Juga: Tukar Uang untuk Lebaran, Bank Indonesia DIY Siapkan Rp5,3 Triliun 

Berita Terkini Lainnya