TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengamat UGM Sentil Tak Ada Kajian Mendalam Tentukan Tarif Borobudur 

Pelaku wisata sekitar candi tak dilibatkan

ilustrasi Candi Borobudur (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Sleman, IDN Times - Pengamat pariwisata sekaligus Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Yusuf mengatakan kebijakan pembatasan jumlah wisatawan dan tarif baru stupa Candi Borobudur terlalu cepat dilakukan. Hal ini mengakibatkan banyak unsur masyarakat yang tidak siap dengan perkembangan tersebut.

Studi yang dilakukan Puspar UGM menunjukkan bahwa hampir semua inisiatif pembangunan di kawasan Borobudur adalah inisiatif pemerintah pusat, sehingga sangat sedikit atau bahkan tanpa pelibatan masyarakat sekitar, termasuk para penggerak wisata.

“Menjadi cukup wajar bila kemudian masyarakat tidak terlalu paham arah pengembangan di kawasan Borobudur, dan bahkan bingung harus melakukan apa," ujar Yusuf, Selasa (7/6/2022). 

 

 

Baca Juga: UGM akan Miliki Gedung Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK)

Baca Juga: 6 Kafe di Dekat Kampus UGM Yogyakarta, Nyaman Buat Nugas

1. Hasil kajian konservasi, hanya 300 orang per hari yang diperbolehkan naik ke candi

Candi Borobudur (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Saat ini angka kunjungan wisatawan domestik ke Borobudur sangat banyak dan cenderung naik. Data memperlihatkan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2018 sebanyak 3.855.285. Jumlah wisatawan domestik 3.663.054 dan wisatawan mancanegara adalah 192.231. Sementara di tahun 2019, jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 5.016.839 terdiri dari wisatawan domestik 4.774.757 dan wisatawan mancanegara 242.082.

Oleh karena itu, berdasar kajian yang telah dilakukan selama ini dan untuk mendukung konservasi, seharusnya jumlah kunjungan ke candi tidak lebih dari 300 pengunjung per hari. Sedangkan keputusan 1.200 pengunjung per hari adalah untuk kawasan candi bukan untuk menaiki candi.

“Karena banyak studi telah menunjukkan kelebihan pengunjung selama ini telah membuat kerusakan di candi, seperti permukaan candi yang terus menurun, dan batu candi yang mulai rusak," katanya.

2. Kebijakan tarif baru seharusnya libatkan pihak di sekitar kawasan wisata

Ilustrasi wisatawan Candi Borobudur (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Sebagai pengamat, Yusuf menyayangkan kebijakan mengenai konservasi dan pariwisata di Candi Borobudur ini sering kali tidak integratif. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya ketidakjelasan pemangku kepentingan yang terlibat.

"Siapa bertanggung jawab terhadap apa tidak ada kejelasan. Kejelasan kelembagaan ini perlu diperkuat sehingga setiap kebijakan yang diambil menjadi hal yang disepakati bersama dan menjadikan implementasi di lapangan menjadi lebih optimal."

Untuk itu, sambungnya, kebijakan tarif masuk candi seharusnya ditentukan berdasarkan kajian yang mendalam dengan melibatkan seluruh pemangku terkait. Seperti halnya kebijakan pembangunan di sekitar kawasan candi.

“Saya melihat penentuan tarif ini juga tanpa melakukan studi yang komprehensif sehingga banyak pihak yang tidak berkenan," ucapnya.

Ia berpandangan selain menerapkan kebijakan menaikkan tarif masuk, pemerintah dan pihak terkait mestinya berusaha memperluas dan memperbanyak atraksi di kawasan Kecamatan Borobudur. Upaya semacam itu tentunya akan menarik para wisatawan yang berkunjung sehingga tidak hanya fokus pada candi.

“Bahkan mereka bisa diarahkan untuk bisa mengunjungi beragam desa wisata dan atraksi wisata di sekitar kawasan candi, sehingga wisatawan tidak terkonsentrasi hanya pada satu titik saja," urainya.

 

 

Berita Terkini Lainnya