TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Komunikasi UGM Soroti Perpindahan TV Analog ke Digital 

Edukasi yang dterima warga tentang TV digital masih minim

Ilustrasi tayangan siaran televisi digital. (Tim Komunikasi Publik dan Edukasi Migrasi TV Digital)

Sleman, IDN Times - Pemerintah telah melakukan migrasi TV analog ke TV digital per 3 November 2022. Namun sejumlah masalah masih ditemui terkait kebijakan ini, di antaranya sebagian masyarakat mengaku belum mendapatkan sosialisasi, dan kesulitan mendapatkan Set Top Box (STB).

Pakar dan dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, Rahayu, M.A berpendapat jumlah spektrum frekuensi digital yang berlipat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menyelenggarakan penyiaran, terutama penyiaran komunitas dan publik yang selama ini cenderung terabaikan.

“Televisi yang ada sudah terlanjur dikuasai oleh sejumlah konglomerat media tidak bisa diharapkan lagi. Perlu kehadiran stasiun televisi baru yang dapat menyajikan konten yang lebih beragam, kreatif, dan mendidik," ujarnya di Fisipol UGM, Selasa (8/11/2022).

Kedua, dalam konteks masyarakat majemuk dan demokrasi, migrasi ke digital memberikan ruang yang lebih luas bagi munculnya diversity of content, diversity of perspectives, dan diversity of ownership.

Ketiga, menyangkut jumlah spektrum frekuensi yang banyak memungkinkan dimanfaatkan untuk mengembangkan atau meningkatkan layanan komunikasi bencana.

“Seperti di Jepang, komunikasi terkait mitigasi bencana memanfaatkan penyiaran televisi untuk dapat menjangkau masyarakat luas," sebutnya.

 

1. Perpindahan siaran analog ke digital dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan penyiaran

Pixabay.com/StockSnap

Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM ini menegaskan keuntungan perpindahan siaran analog ke digital dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan penyiaran. Kondisi ini berbeda dengan frekuensi selama ini yang tidak mampu memenuhi permintaan pendirian saluran televisi baru. Selain itu migrasi ke digital memunculkan usaha baru yang membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Industri terkait ini antara lain pengelolaan multipleksing, produksi set-top-box, pesawat TV digital, content provider dan lain-lain. Kualitas siaran TV digital, dalam arti kualitas audio-visual jauh lebih bagus dibanding TV analog.

“Bagaimanapun migrasi ke TV digital menawarkan lebih banyak variasi konten dan layanan komunikasi lainnya di luar penyiaran. Bagi pemerintah, migrasi ke TV digital juga berpotensi meningkatkan pendapatan nasional," terangnya dikutip laman resmi UGM. 

 

Baca Juga: Ekonom UGM UGM Optimis Jogja Mampu Hadapi Ancaman Resesi

2. Infrastuktur belum siap menjadi kendala bagi pengelola TV lokal dan masyarakat

Seorang warga mencoba melakukan pemasangan Set Top Box (STB) saat uji coba survei kesiapan masyarakat beralih ke siaran TV Digital. (Dok. Kominfo)

Rahayu menyoroti keuntungan perpindahan tidak akan berjalan bagus jika peemrintah tidak melakukannya dengan hati-hati. Akibatnya masyarakat akan kehilangan haknya untuk dapat mengakses siaran TV. Hal ini dapat terjadi jika infrastruktur TV digital belum siap dan pengelola TV analog belum mengadopsi teknologi digital, serta masyarakat belum mampu menyediakan perangkat yang dapat mengakses TV digital.

“Migrasi memberikan beban investasi yang besar bagi penyelenggara TV analog, terutama televisi lokal. Pengelolaan TV lokal merasa terbebani karena sewa mux yang mahal, sementara pendapatan yang terbatas. TV lokal juga tidak sepenuhnya merasa aman karena mereka bergantung pada pengelolaan mux untuk dapat bersiaran," tuturnya. 

Pemerintah perlu memecahkan persoalan ini. Belum sepenuhnya masyarakat yang berhak mendapatkan set-top-box bisa mendapatkannya. Persoalan distribusi set-top-box nampaknya masih menjadi persoalan.

Baca Juga: Keluarga Miskin di Sleman Bakal Dapat Bantuan Televisi Digital   

Berita Terkini Lainnya