TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bisnis Penginapan Jogja Suram, Hotel Melati Vs Bintang Perang Harga  

Selama pandemik sebanyak 1.800 pegawai hotel dirumahkan

Tugu Pal Putih Yogyakarta (IDN Times/Febriana Sinta)

Kota Yogyakarta, IDN Times - Bisnis hotel dan restoran di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di masa pandemik COVID-19 babak belur. Tak hanya jumlah reservasi kamar yang mengalami penurunan drastis, pemilik hotel pun terus merogoh uang simpanan untuk membayar gaji dan operasional hotel. Bahkan di Kabupaten Sleman terdapat hotel yang harus tutup. 

Baca Juga: Jokowi Ngeluh Ekonomi Turun di Masa PPKM, Kasus COVID Justru Naik    

1. Perang harga antara hotel melati dan bintang

Ilustrasi hotel (IDN Times/Anata)

Usaha untuk menutup kerugian operasional yang semakin membengkak memaksa pemilik hotel di Jalan Perumnas Sleman Betty Anggraeni menutup usahanya selama tiga bulan, yaitu April hingga Juni 2020.  Tak hanya itu, pendapatannya turun hingga 80 persen.

Tak ada pilihan lain, bisnis hotel yang berdiri sejak tahun 2010, saat ini terpaksa membuka kamar untuk tempat indekos. 

“Saat ini hotel kami jadikan sebagai tempat kos. Bisa sewa harian atau bulanan ini kami lakukan untuk membayar listrik dan karyawan,” ujar Betty kepada IDN Times, Jumat (29/1/2021). 

Hotel non bintang alias melati miliknya saat ini tak berkutik dengan perang harga yang dilakukan hotel berbintang. Harga sewa kamar hotel menurut Betty tak masuk akal. 

“ Ada hotel bintang tiga yang terletak di Jalan Laksda Adisucipto menjual kamarnya hanya Rp150 ribu hingga Rp175 ribu per hari. Itu kan sama levelnya dengan hotel yang saya kelola,” ujar perempuan berusia 48 tahun ini. 

Dengan hotel yang memiliki jumlah kamar sebanyak 24 buah, hanya terisi sekitar lima kamar per hari. “ Ya mau bagaimana lagi, pasti wisatawan akan memilih fasilitas lebih bagus di hotel berbintang,” ujar Betty gusar. 

Hal yang sama disampaikan oleh pemilik homestay, Andiyanto. Pemilik delapan kamar homestay yang terletak di Kabupaten Bantul ini merasa bersyukur jika ada tamu yang datang menginap. 

“Harga kamar dijual Rp150 ribu untuk per hari. Kalau ada tamu yang datang dalam satu hari sudah bagus, yang penting bisalah untuk membayar listrik,” ujar Andi. 

3. 1.800 pegawai hotel di DIY dirumahkan

Ilustrasi. Karyawan membersihkan kamar hotel. (Dok. Kemenparekraf).

Berdasarkan data yang dimiliki Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY pada Oktober 2020 sebanyak 1.500 hingga 1.800 pekerja hotel harus harus dirumahkan.  Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo menyatakan dari awal April 2020 pihaknya mencatat ada ratusan karyawan yang beralih status menjadi unpaid leave. 

"Tapi dari data tersebut banyak hotel bintang dan restoran yang berjejaring belum memasukkan data lengkap. Kita perkirakan sekitar 1.500-1.800 orang," lanjut Deddy saat diwawancarai IDN Times pada 1 Oktober 2020. 

3. Verifikasi hotel tambah jumlah okupansi kamar

Pemeriksaan kesiapan Mal di Bali untuk menerapkan berbagai aspek dan prosedur pencegahan COVID-19 (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Sejak Agustus 2020 hingga Januari 2021, PHRI DIY melakukan strategi untuk menarik perhatian wisatawan agar mau menginap di hotel. Salah satunya adalah melakukan verifikasi untuk memenuhi protokol kesehatan dan pencegahan penularan COVID-19. Hingga saat ini sebanyak 142 hotel berbintang dan restoran di DIY telah terverifikasi. 

“Saat ini banyak yang dari Kota Yogyakarta, kami mengajak semua hotel dari PHRI DIY untuk melakukan verifikasi, ujar Deddy. 

Verifikasi ini adalah cara untuk meningkatkan kepercayaan konsumen untuk meningkatkan okupansi. Cara yang digunakan selain menyediakan fasilitas yang dibutuhkan, pihak hotel juga akan menegur tamu hotel yang tidak menggunakan masker dan membawa surat antigen. 

Agar wisatawan mengetahui hotel yang telah menjalani verifikasi, salah satu cara yang dilakukan adalah menempel stiker di hotel dan restoran yang telah dinyatakan lolos verifikasi kelayakan operasional.

Menurut Deddy, verifikasi tersebut mampu mendongkrak jumlah wisatawan untuk menginap di hotel Yogyakarta. Okupansi atau tingkat hunian kamar yang semula terjun bebas di awal pandemik pada saat liburan panjang awal Oktober 2020 naik hingga 30-40 persen untuk hotel berbintang, dan 10-30 persen untuk non-bintang.

Tak hanya cukup verifikasi, PHRI DIY juga melakukan penyemprotan disinfektan yang dilakukan 496 hotel anggota PHRI.

4. Kebijakan surat antigen turunkan reservasi hotel

Ilustrasi Swab Test (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Namun kegembiraan tak berlangsung lama, menjelang libur panjang natal dan tahun baru, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan setiap wisatawan harus membawa surat antigen. 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sleman, Joko Paromo menjelaskan penurunan okupansi hotel di Sleman jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai 50-55 persen.

Selain itu, banyak calon tamu yang merasa kebingungan dengan adanya kebijakan rapid test antigen.

Baca Juga: Tak Ada Wisatawan, Pembeli Batik di Pasar Beringharjo Turun 70 Persen 

Berita Terkini Lainnya