TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Pabrik Gula Sedajoe Tinggal Puing, Saat Ini Jadi Kantor Camat  

Pabrik gula Sedajoe didirikan tahun 1868 

Pabrik Gula Sedajoe / Dokumentasi Roemah Toea

Saat ini pabrik gula di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang masih aktif beroperasi adalah Madukismo. Pabrik gula ini berada di Kapanewon Kasihan, Bantul. Padahal sebelumnya, Yogyakarta mempunyai sebanyak 19 pabrik yang sebagian besar berada di Kabupaten Sleman dan Bantul serta satu di Kulon Progo

Salah satunya pabrik gula yang dibangun di masa penjajahan adalah Pabrik Gula (PG) Sedajoe. Pabrik ini berlokasi di Kelurahan Argorejo, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul.

 

Baca Juga: Mengenal Gedung Agung, Istana Kepresidenan di Yogyakarta

1. Kini hanya tersisa puing dan menjadi Kantor Kecamatan Sedayu

Pabrik Gula Sedajoe (dokumentasi Roemah Toea)

Dari 19 pabrik gula yang pernah berdiri di Yogyakarta, beberapa bangunan pabrik telah hilang. Salah satunya Pabrik Gula Sedajoe, yang saat ini tinggal nama, bahkan bangunannya hilang dimakan zaman.

Berdasarkan informasi anggota Komunitas Roemah Toea, Aga Yurista Pembayun, luas pabrik berkisar 197 bouw per bahu (per bouw 0,74 hektar), walau dianggap cukup luas, sejatinya pabrik gula ini masuk dalam golongan kecil. Saat ini bekas bangunan sudah berganti dengan bangunan baru berupa kantor Kecamatan Sedayu.

Menurut Aga, saat ini ia hanya bisa menemukan beberapa reruntuhan, salah satunya adalah berupa sambungan pipa dari tanah liat. Diketahui pipa semacam ini dulunya digunakan untuk membuang limbah berupa air panas.

2. Pabrik Gula Sedajoe merupakan pabrik gula tradisional

Pabrik Gula Sedajoe / Dokumentasi Roemah Toea

Memasuki tahun 1900-an, pabrik gula khususnya di Yogyakarta mengalami modernisasi, baik dalam bentuk pembaruan bangunan, alat, dan tak terkecuali upgrade rumah dinas. Namun berbeda dengan Pabrik Gula Sedajoe, hingga tahun 1910 masih beroperasi sebagai pabrik gula tradisional. 

“Saya masih belum bisa mencari tahun kapan pabrik gula ini didirikan, tapi aktivitasnya sudah ada sejak tahun 1868 atau 1870. Dan pendirinya adalah seorang pengusaha bernama Anthonie Theodoor Raff,” papar Aga dalam acara Historia yang diselenggarakan Harian Jogja, Selasa (14/12/2021).   

3. Awalnya merupakan perkebunan indigo, kemudian berubah menjadi pabrik gula

Pabrik Gula Sedajoe (dokumentasi Roemah Toea)

Tak serta merta membangun pabrik gula, Anthonie Theodoor semua menjadikan lahan miliknya sebagai perkebunan indigo. Tumbuhan indigo sendiri juga disebut dengan nila merupakan tumbuhan yang digunakan untuk pewarna biru alami yang biasanya digunakan pada pembuatan kain batik atau tenun tradisional.

Sempat menjadi salah satu pusat perkebunan tumbuhan nila, di awal abad 20, industri perkebunan ini mengalami penurunan, disebabkan masuknya pewarna sintetis. Hal ini menjadi penyebab banyaknya pengusaha yang gulung tikar dan beralih menjadi pengusaha pabrik gula, Anthonie Theodoor salah satunya.

4. Sedajoe tergolong sebagai pabrik gula kecil di Indonesia

Pabrik Gula Sedajoe (dokumentasi Roemah Toea)

Dari data yang dipaparkan Komunitas Roemah Toea, pabrik Gula Sedajoe adalah pabrik gula berskala kecil pada masanya. Ini bisa dilihat dari hasil yang didapatkan tidak sebanyak pabrik gula lainnya.

“Saya menemukan tabel hasil produksi pada tahun 1885 hingga 1887, rata-rata bisa menghasilkan 10 ribu pikul,” jelas Aga. Pikul adalah satuan berat yang digunakan pada zaman dulu yang memiliki berat 0,6 kilogram. Nah, kemudian baru diketahui pada tahun 1909, Sedajoe turut melakukan upgrade. Hal ini berdasarkan potret adanya tambahan cerobong yang dibangun di dekat pabrik.

Meski dibarengi penambahan produk, hasil gula yang dihasilkan tidaklah sebanyak pabrik lainnya. Hingga pada tahun 1895, Pabrik Gula Sedajoe bisa menghasilkan 17 ribu pikul.

Berita Terkini Lainnya