TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenang 16 Tahun Gempa, Warga Bantul Tak akan Lupakan Rasa Kehilangan

Kisah Evi yang akan melahirkan di saat gempa bumi 

(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Bantul, IDN Times - ‎Pada tanggal 27 Mei 2006 atau 16 tahun lalu, merupakan hari yang tidak pernah dilupakan oleh masyarakat Daerah istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya warga Kabupaten Bantul, wilayah yang paling banyak mengalami kerusakan dan korban jiwa.

Tepat pukul 05.55 WIB, gempa bumi dengan kekuatan 5,9 SR yang berlangsung hampir satu menit menghancurkan ribuan bangunan dan menyebabkan 5 ribuan warga di Bumi Projotamansari meninggal dunia.

 

1. Gempa bumi 2006 tak akan hilang dari ingatan masyarakat‎

Ketua Forum Komunikasi Relawan Kabupaten Bantul, Waljito(IDN Times/Daruwaskita)

Setelah 16 tahun berlalu, masih banyak warga yang hidup dalam keterbatasan karena mengalami cacat akibat tertimpa bangunan rumah akibat gempa bumi.

"Masih ada trauma bagi masyarakat Bantul meski sudah 16 tahun kejadian berlalu. Peristiwa yang memilukan itu tidak akan mungkin dihapus dari memori," kata Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Bantul, Waljito dalam acara Refleksi Gempa Bumi Bantul 27 Mei 2006 di Padukuhan Potrobayan, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, Kamis (26/5/2022).

Baca Juga: 7 Fakta Gempa Jogja 2006, 57 Detik yang Membuat Trauma

2. Tiap keluarga harus miliki ketangguhan terhadap bencana

Rumah salah satu warga di Bantul yang hancur akibat gempa bumi 2006.(IDN Times/Daruwaskita)

Waljito mengingatkan meski 16 tahun telah berlalu, mitigasi bencana dan menciptakan ketangguhan masyarakat Bantul terhadap kebencanaan harus terus dilakukan.

"Ketangguhan hadapi bencana itu tidak hanya menjadi urusan pemerintah, urusan relawan namun yang paling kecil adalah keluarga. Ke depan diharapkan setiap keluarga punya ketangguhan terhadap bencana," ujarnya.

Waljito mengatakan seluruh relawan yang ada di Bantul saat ini mencapai 3 ribu orang tidak mungkin bisa menolong semua warga Bantul yang jumlahnya mencapai hampir 1 juta penduduk. Modal utama masyarakat yakni gotong-royong dan solidaritas harus tetap dijaga harus tetap dilestarikan.

"Saat gempa bumi 2006 kita tidak memiliki teknologi serta alat berat yang bisa membersihkan puing-puing bangunan yang runtuh. Tidak bisa cepat memberikan pertolongan korban yang masih tertimpa bangunan, namun budaya gotong-royong dan rasa solidaritas yang tinggi, Bantul mampu cepat bangkit dari bencana yang sangat mengerikan itu," ucapnya.

3. Warga saling bantu di saat bencana

Siswa SD No.2 Tanjung Benoa sebanyak 375 siswa mengikuti latihan simulasi evakuasi mandiri gempa bumi dan tsunami, Selasa (24/5/2022). (Dok. BNPB).

Sementara itu Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengungkapkan gempa bumi 2006 tidak membuat masyarakat Bantul menjadi lemah, namun sebaliknya menjadikan tempaan batin dan dorongan semangat luar biasa.

"Bencana membuat rakyat semakin sadar betapa lemahnya manusia, jika hanya bergerak sendiri. Namun dengan bergerak bersama, bergotong-royong maka bencana itu dapat dilalui," ucapnya.

Berita Terkini Lainnya