Aktivis 1998: Lagu 'Darah Juang' Kini Tinggal Kenangan
Politik identitas semakin mengancam konsensus pendiri bangsa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bantul, IDN Times - Aktivis 1998 Yogyakarta menyatakan tantangan 21 tahun pasca reformasi adalah syair "Darah Juang" yang saat hanya menjadi kenangan. Keberadaan politik identitas kini juga makin santer digaungkan untuk merongrong konsensus kebangsaan yang dibangun para pendiri bangsa.
"Kita hingga saat ini masih prihatin pada ketidakadilan seperti lagu "Darah Juang" yang masih tetap ada. Namun ada sesuatu yang lebih besar lagi yang harus dilawan yaitu hadirnya politik identitas,"kata Supriyanto, aktivis 1998 yang juga perwakilan aktivis Gang Rode dalam Diskusi Refleksi 21 Tahun Gerakan Reformasi "Melanjutkan Tugas Kebangsaan Kita" yang berlangsung di Kampung Mataraman, Sewon, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Senin petang (20/5).
Baca Juga: Amien Rais dan Batalnya Pengerahan Massa di Monas 20 Mei 1998
1. Politik identitas membuat orang kehilangan akal sehat
Menurut Antok, sapaan akrab Supriyanto, gerakan mahasiswa dan aktivis demokrasi pada tahun 1998 berhadapan dengan rezim yang menindas rakyat namun saat ini Bangsa Indonesia melawan politik identitas yang membuat banyak orang kehilangan akal sehat dan rasionalitas.
Bahkan kata alumni mahasiswa UII Yogyakarta ini, politik identitas sudah masuk ke dalam perguruan tinggi yang semakin menjadi ancaman konsensus kebangsaan yang diprakarsai oleh bapak bangsa, yaitu negara dibangun untuk semua rakyat bukan untuk satu golongan atau agama saja.
"Dulu kita bergerak tidak pernah mengancam konstitusi negara dan saluran penyampaian aspirasi adalah DPR dan MPR," ucapnya.
Baca Juga: 21 Tahun Meninggalnya Mozes: Tubuhnya Dibawa, Darahnya Mengering