TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gempadewa Gugat Dirjen Minerba ESDM soal Tambang di Wadas

Gugatan sudah dilayangkan ke PTUN Jakarta

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memasang spanduk saat melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Yogyakarta, IDN Times - Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) melayangkan gugatan kepada Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM yang memperbolehkan pertambangan batu andesit di Wadas dilakukuan tanpa izin pertambangan.

Gempadewa bersama solidaritas untuk Wadas, termasuk LBH Yogyakarta menilai pertambangan kuari untuk pembangunan Bendungan Bener, Purworejo, adalah ilegal selain sewenang-wenang terhadap masyarakat setempat.

Gugatan pun telah dilayangkan ke PTUN Jakarta, Senin (31/10/2022) kemarin. Sorotannya adalah izin penambangan yang tertuang dalam surat No.T-178/MB.04/DJB.M/2021 tertanggal 28 Juli 2021 diteken oleh Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin.

"Kemarin Senin kita ajukan gugatan ke PTUN Jakarta terkait dengan pelanggaran-pelanggaran Dirjen Minerba dalam surat itu," kata Daniel Al Ghifari selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga: Maba UGM Bentangkan Kertas 'Wadas Melawan' di Depan Ganjar

1. Tuding penyelundupan hukum

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Daniel menerangkan, surat itu adalah tanggapan atas surat Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. PR.02.01-DA/758 tanggal 24 Juni 2021 tentang Permohonan Rekomendasi Perizinan Penambangan untuk Kepentingan Sendiri PSN Pembangunan Bendungan Bener.

"Sejak awal rencana pertambangan di Wadas ini tidak memiliki izin, karena dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR baru mengajukan permohonan rekomendasi perizinan," katanya.

"Artinya, sejak awal mereka secara melawan hukum dan mereka coba untuk melakukan penyelundupan hukum atas rencana pertambangan di Wadas. Warga juga tidak dilibatkan," sambung Daniel.

Baca Juga: Polemik Wadas, Ini Kata Pakar Hukum Agraria UGM

2. Tak ada 'celah' tambang tanpa izin

Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Daniel merinci bentuk 'penyelundupan hukum' atas rencana pertambangan di Wadas dengan menilik isi dari Surat Dirjen Minerba yang mencantumkan sejumlah hal yang membuat pelaksanaan kegiatan pengambilan kuari oleh Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR tidak memerlukan izin di sektor pertambangan.

Hal pertama menyebutkan bahwa Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR selaku pelaksana kegiatan pengambilan material kuari tidak termasuk kriteria pihak yang dapat diberikan izin di sektor pertambangan mineral, sebagaimana pada Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009.

Sesuai undang-undang berlaku maka sebagai bagian dari pemerintah atau negara, pelaksana tidak termasuk ke dalam kriteria yang dapat diberikan izin. Perizinan hanya diberlakukan untuk badan usaha perseorangan dan koperasi.

Kedua, disebutkan jika kegiatan pertambangan tak memerlukan izin karena hanya digunakan untuk kepentingan sendiri, bukan untuk komersil.

"Di titik inilah kita anggap ini bermasalah. Apa yang dilakukan Dirjen Minerba dengan menerbitkan surat itu secara sewenang-wenang kemudian bilang ini nggak butuh perizinan di sektor minerba," ungkapnya.

Dia mengklaim pernah mencari tahu soal izin pertambangan ini ke Dinas ESDM Jawa Tengah dan beberapa instansi, namun hasilnya nihil. Demikian pula, lanjutnya, dengan pernyataan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan BBWS Serayu-Opak dalam forum audiensi bersama DPRD Jawa Tengah soal ketiadaan izin pertambangan karena sejumlah hal.

"Pada peraturan undang-undang maupun peraturan pemerintah, tidak ada satu pun klausul, pasal, atau skema yang itu membolehkan pertambangan tanpa izin untuk alasan apapun," tegas Daniel.

Daniel menegaskan, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba beserta aturan-aturan turunannya, tidak ditemukan klausul atau pasal yang memperbolehkan pertambangan dilakukan tanpa izin, dengan alasan dan kepentingan apapun.

Dengan kata lain, perseorangan, kelompok, dan/atau badan usaha hanya dapat melakukan pertambangan ketika telah mengantongi izin, baik berupa IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, SIPB, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, atau IUP untuk Penjualan.

Tanpa adanya izin pertambangan, maka hal tersebut masuk dalam kategori pertambangan ilegal.

"Jadi apa yang dilakukan Direktur Jenderal Minerba ESDM ini dia seolah-olah memposisikan dirinya sebagai hukum itu sendiri dan bisa bertindak sewenang-wenang dan menafsirkan apa yang tidak ada dalam peraturan perundang-undangan kemudian memunculkan," katanya.

"Dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 itu dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah dilarang menyalahgunakan kewenangan. Apa itu, satu dia melampaui kewenangan, dua dilarang mencampuradukkan kewenangan, dan tiga dilarang bertindak sewenang-wenang," paparnya.

3. Izin pertambangan krusial

Seorang anak laki-laki duduk di sebuah pos kamling yang ada di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022) (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Himawan Kurniadi, menambahkan, sejatinya izin sangat krusial dalam kegiatan pertambangan karena memuat hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang izin.

Izin, menurut Himawan, juga memuat jaminan kelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, hak dan kewajiban pemegang izin, jaminan reklamasi dan pascatambang, penggunaan kaidah teknik pertambangan yang baik.

Sepengamatan Walhi yang juga masuk ke dalam solidaritas untuk Wadas, tanpa izin maka kegiatan pertambangan berpotensi dilaksanakan secara sewenang-wenang.

"Namun secara ideal, Wadas seharusnya tidak menjadi lokasi pertambangan, mengingat Desa Wadas menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi bencana longsor. Sehingga tidak layak dijadikan sebagai lokasi pertambangan," terang Himawan.

Baca Juga: Alissa Wahid Bicara Wadas dan Peran Millennial Menjaga Lingkungan

Berita Terkini Lainnya